Pengakuan Saya tentang Kurikulum 2013-- Pada tanggal 13 hingga 19 Mei 2014 lalu, saya mengikuti Pelatihan Instruktur Nasional Kurikulum 2013 Bagi Guru SMP berdasarkan rekomendasi Dinas Pendidikan atas usul pengawas. Saya berangkat bersama dua rekan lainnya untuk mata pelajaran yang sama, bahasa Indonesia. Bagi saya, Kurikulum 2013 masih merupakan tanda tanya besar karena selama ini masih sedikit informasi yang diberikan ataupun diperoleh. Di samping itu, tudingan miring bahwa guru selalu menjadi 'obyek penderita', ganti pejabat ganti kurikulum, turut andil memengaruhi opini saya.
Perubahan mendasar Kurikulum 2013 terletak pada standar kelulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Jika saya menyoroti standar proses, pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik, yaitu mencakup mengamati, menanya, mengeksplorasi, menalar (mengasosiasi), dan mengomunikasikan. Suatu langkah pembelajaran yang sebenarnya tak asing bagi guru (terutama guru kreatif). Dalam kurun 10 tahun lebih ini, pemerintah melalui Kemendikbud telah banyak mengadakan pelatihan tentang penekanan pada proses pembelajaran. Ada pelatihan CTL, Kontruktivis, Quantum Teaching, dan lainnya. RPP pun telah mulai dimodifikasi agar mencantumkan unsur pendidikan karakter dengan memerhatikan keseimbangan antara sikap (apektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Semuanya sudah. Namun nampaknya implemetasi di lapangan masih belum maksimal. Hanya guru yang kreatif saja yang mungkin mampu melaksanakannya.
Terkait dengan standar penilaian, guru benar-benar harus kreatif membuat penilaian menyeluruh tak hanya alat penilaian namun juga format penilaian yang mencakup ketiga ranah tersebut.
Di Kurikulum 2013, semua hal yang masih implisit dalam kurikulum sebelumnya, ternyata dieksplisitkan. Keseimbangan antara ranah sikap, pengetahuan, dan ranah keterampilan dicantumkan di SKL maupun standar isi. Langkah-langkah pembelajaran yang merangsang anak berpikir dicantumkan betul dalam proses pembelajaran. Namun, hal yang kini eksplisit itu akan sia-sia jika guru tetap mengajar tanpa memerhatikan atau memahami betul-betul hal itu (pendekatan saintifik). Dalam pembelajarannya, guru harus betul-betul mengembangkan kemampuan nalar siswa dan membiarkannya aktif berekpresi dengan segala keunikannya, sambil memberi teladan sikap religius dan budi pekerti yang baik.
Benar seperti kata pepatah: Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Selama tujuh hari 'bergaul' dengan kajian Kurikulum 2013, saya mengakui Kurikulum 2013 memang kurikulum terbaik. Secara konsep, memang terbaik walau dalam eksekusinya nanti akan menemui hambatan karena RPP dan perangkatnya masih belum siap. Apa boleh buat, gong kurikulum 2013 telah ditabuh, guru dan insan pendidikan harus siap melaksanakannya.
Pengakuan ini saya buat bukan karena subyektivitas saya yang mungkin akan menjadi garda terdepan untuk menyukseskan imlementasi kurikulum terbaru ini kepada guru-guru lain. Tanpa memedulikan apakah saya akan lulus atau tidak menjadi instruktur nasional Kurikulum 2013, saya mengakui: Kurikulum 2013 memang kurikulum terbaik untuk menghadapi tantangan zaman. Sebelum beropini tentang Kurikulum 2013, kita memang harus mengenal dulu konsep dan tujuannnya yang mulia itu demi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Perubahan mendasar Kurikulum 2013 terletak pada standar kelulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Jika saya menyoroti standar proses, pembelajarannya menggunakan pendekatan saintifik, yaitu mencakup mengamati, menanya, mengeksplorasi, menalar (mengasosiasi), dan mengomunikasikan. Suatu langkah pembelajaran yang sebenarnya tak asing bagi guru (terutama guru kreatif). Dalam kurun 10 tahun lebih ini, pemerintah melalui Kemendikbud telah banyak mengadakan pelatihan tentang penekanan pada proses pembelajaran. Ada pelatihan CTL, Kontruktivis, Quantum Teaching, dan lainnya. RPP pun telah mulai dimodifikasi agar mencantumkan unsur pendidikan karakter dengan memerhatikan keseimbangan antara sikap (apektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor). Semuanya sudah. Namun nampaknya implemetasi di lapangan masih belum maksimal. Hanya guru yang kreatif saja yang mungkin mampu melaksanakannya.
Terkait dengan standar penilaian, guru benar-benar harus kreatif membuat penilaian menyeluruh tak hanya alat penilaian namun juga format penilaian yang mencakup ketiga ranah tersebut.
Di Kurikulum 2013, semua hal yang masih implisit dalam kurikulum sebelumnya, ternyata dieksplisitkan. Keseimbangan antara ranah sikap, pengetahuan, dan ranah keterampilan dicantumkan di SKL maupun standar isi. Langkah-langkah pembelajaran yang merangsang anak berpikir dicantumkan betul dalam proses pembelajaran. Namun, hal yang kini eksplisit itu akan sia-sia jika guru tetap mengajar tanpa memerhatikan atau memahami betul-betul hal itu (pendekatan saintifik). Dalam pembelajarannya, guru harus betul-betul mengembangkan kemampuan nalar siswa dan membiarkannya aktif berekpresi dengan segala keunikannya, sambil memberi teladan sikap religius dan budi pekerti yang baik.
Benar seperti kata pepatah: Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Selama tujuh hari 'bergaul' dengan kajian Kurikulum 2013, saya mengakui Kurikulum 2013 memang kurikulum terbaik. Secara konsep, memang terbaik walau dalam eksekusinya nanti akan menemui hambatan karena RPP dan perangkatnya masih belum siap. Apa boleh buat, gong kurikulum 2013 telah ditabuh, guru dan insan pendidikan harus siap melaksanakannya.
Pengakuan ini saya buat bukan karena subyektivitas saya yang mungkin akan menjadi garda terdepan untuk menyukseskan imlementasi kurikulum terbaru ini kepada guru-guru lain. Tanpa memedulikan apakah saya akan lulus atau tidak menjadi instruktur nasional Kurikulum 2013, saya mengakui: Kurikulum 2013 memang kurikulum terbaik untuk menghadapi tantangan zaman. Sebelum beropini tentang Kurikulum 2013, kita memang harus mengenal dulu konsep dan tujuannnya yang mulia itu demi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Kurikulum 2013: