loading...

Ketika Hati Berdesir-desir | Kutipan Bab XIII Novel Ayat-ayat Cinta

Kembali ke HOME

Lanjutan dari Bab XII

Tak terasa sudah memasuki pertengahan September. Suhu musim panas mulai turun. Paling tinggi 32 derajat celcius. Bulan Oktober nanti adalah bulan peralihan dari musim panas ke musim dingin. Si Musthafa Fathullah Said, teman Mesir satu kelas di pascasarjana yang juga sedang mengajukan proposal tesis memberitahukan, bahwa dua hari lagi aku harus ke kampus untuk ujian proposal tesis yang kuajukan. Aku terfokus pada ujian yang sangat menentukan itu. Jika proposalku ditolak maka aku harus menunggu setengah tahun lagi untuk mengajukan proposal baru.

As you sow, so will you reap! Demikian pepatah Inggris mengatakan. Seperti apa yang anda tanam, sebegitu itulah yang akan anda petik. Rasanya tidak sia-sia apa yang telah kukerjakan selama ini. Membuat jadwal ketat, bolak-balik ke National Library, ke perpustakaan IIIT di Zamalek, dan mengumpulkan bahan. Membaca literatur-literatur klasik berkaitan Ilmu Quran, berdiskusi dengan teman-teman pascasarjana. Kerja yang melelahkan. Mengantuk. Pusing. Mual. Kurang tidur. Semuanya terasa bagaikan simponi hidup yang indah setelah tim penilai yang terdiri para guru besar menerima proposal tesis yang aku ajukan. Aku jadi menulis tentang ‘Metodologi Tafsir Syaikh Badiuz Zaman Said An-Nursi’. Aku memang pengagum ulama terbesar Turki abad 20 itu. Dia termasuk tokoh dunia Islam yang menurut Syaikh Yusuf Al Qaradhawi layak disebut mujaddid umat Islam abad 20 disamping Hasan Al Banna.

Pembimbingku juga telah ditentukan yaitu Syaikh Prof. Dr. Abdul Ghafur Ja’far. Aku seperti mendapat durian runtuh sebab beliau memang profesor idolaku. Terkenal paling mudah ditemui dan paling senang dengan mahasiswa dari Asia Tenggara. Aku belum dikenal oleh beliau, tapi aku akan berusaha menjadi muridnya yang baik sehingga beliau akan mengenalku dengan baik sebagaimana Syaikh Utsman mengenalku.

Dan sebagai rasa syukur aku harus kembali memeras otak dan bekerja keras untuk menyelesaikan tesis ini. Pekerjaan yang tidak ringan, sebab aku juga harus menerjemah. Tanpa menerjemah dari mana sumber penghidupan akan aku dapatkan. Aku kembali menata peta hidup dua tahun ke depan. Aku teliti dan aku kalkulasi dengan seksama. Target-target dan cara pencapaiannya. Ada satu target yang masih mengganjal. Yaitu menikah. Aku mentargetkan saat menulis tesis aku harus menikah. Umurku sudah 26 tahun menginjak 27.

Aku mengkalkulasi kemampuan mencari dana setiap bulan. Sebelum menulis tesis aku sanggup merampungkan buku setebal 200-300 halaman setiap bulan. Itu berarti aku akan mendapat masukan sekitar 250 dollar perbulan. Dan aku hanya bisa menyisakan 100 dollar dan terkadang malah cuma 50 dollar. Setiap kali masuk toko buku aku tidak bisa menahan diri untuk membeli buku atau kitab. Ketika konsentrasiku terpusat pada menulis tesis maka kemampuanku menerjemah akan berkurang. Mungkin aku hanya akan mampu menerjemah 150-200 halaman saja perbulan. Uang yang aku terima dari bayaran menerjemah hanya cukup untuk memenuhi biaya sehari-hari. Bagaimana? Apakah akan tetap nekad menikah?

Tunggu dulu! Bang Aziz yang mengais nafkah dengan membuat tempe dan mendistribusikannya ke rumah-rumah mahasiswa itu berani menikah. Bang Aziz bercerita dengan pemasukan 150 dollar perbulan sudah berani menikah. Hidup sederhana dan menyewa rumah sederhana di kawasan Hayyu Thamin, atau jauh di Zahra sana. Apalagi jika mencari isteri mahasiswi yang kebetulan dapat beasiswa. Meskipun beasiswa tak seberapa tapi sangat membantu karena datangnya tetap.

Akhirnya kupikir dengan matang, bahwa umur tidak bisa dihargai dengan materi. Jika menemukan perempuan shalihah dan mau menerima diriku seutuhnya dan siap hidup berjuang bersama, dalam suka dan duka, maka aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menyempurnakan separo agama. Kutetapkan tahun ini bisa menikah, tapi tidak mencari. Lho bagaimana? Siapa tahu ada yang menawari. Kalau sampai selesai magister tidak ada yang menawari ya berarti memang nasibku tidak menikah di Cairo dengan mahasiswi Al Azhar. Mungkin nasibku adalah menikah di Indonesia, dengan seorang akhwat berjilbab yang ghirah keislamannya bagus, yang ada di UI, atau di UGM, atau di UNDIP, atau di UNS. Atau malah gadis dari pesantren yang masih sangat virgin. Atau, tak tahunya anak tetangga sendiri, teman gebyuran di sungai waktu kecil. Jadi tidak asing lagi, sejak kecil sudah sama-sama tahu.

Aku jadi teringat puisiku sendiri, yang kutulis jelek sekali di buku harian suatu malam di musim semi setahun yang lalu:
Bidadariku,
Namamu tak terukir
Dalam catatan harianku
Asal usulmu tak hadir
Dalam diskusi kehidupanku
Wajah wujudmu tak terlukis
Dalam sketsa mimpi-mimpiku
Indah suaramu tak terekam
Dalam pita batinku
Namun kau hidup mengaliri
Pori-pori cinta dan semangatku
Sebab
Kau adalah hadiah agung
Dari Tuhan
Untukku
Bidadariku

Seorang perempuan shalihah yang akan jadi bidadariku, yang akan aku cintai sepenuh hati dalam hidup dan mati, yang akan aku harapkan jadi teman perjuangan merenda masa depan, dan menapaki jalan Ilahi, itu siapa? Aku tak tahu. Ia masih berada dalam alam ghaib yang belum dibukakan oleh Tuhan untukku. Jika waktunya tiba semuanya akan terang. Hadiah agung dari Tuhan itu akan datang.

* * *

Di layar TV Channel 2 ada pengumuman nama-nama orang hilang, lengkap dengan data singkat, ciri-ciri dan fotonya. Nama yang terakhir di tampilkan adalah Noura binti Bahadur Gonzouri, lengkap dengan fotonya. Saat itu pukul setengah sepuluh malam. Kami satu rumah kaget.

Si Muka Dingin Bahadur rupanya masih mencari Noura untuk ia jual kepada serigala-serigala berwajah manusia. Kami satu rumah cemas jika urusannya akan sampai kepada polisi dan menyeret Syaikh Ahmad. Dingin Bahadur punya hubungan dengan seorang pembesar di bagian intelijen keamanan negara urusannya benar-benar bisa merepotkan. Saat itu juga aku menelpon Syaikh Ahmad. Beliau minta aku tenang saja dan tidak usah kuatir. Noura sedang berada di pintu gerbang kemerdekaan dan kebahagiaannya. Besok pagi setelah shalat shubuh beliau akan menjelaskan semuanya.

Usai shalat shubuh, Syaikh Ahmad menjelaskan kepadaku bahwa masalah Noura sedang ditangani diam-diam oleh Ridha Shahata, saudara sepupunya yang bertugas di bagian intelijen keamanan negara. Ridha Shahata menemukan informasi berharga bahwa Noura dilahirkan di sebuah rumah sakit elite di kawasan elite Heliopolis. Pada minggu yang sama Noura dilahirkan hanya ada lima bayi. Dan pada hari yang sama Noura lahir cuma ada dua bayi di sana. Yaitu dia dan bayi satunya bernama Nadia. Setelah dilacak. Nadia kini tinggal di Heliopolis, ayah dan ibunya dosen di Universitas Ains Syams. Yang sedikit aneh Nadia berkulit hitam sementara ayah dan ibunya berkulit putih. Kolonel Ridha Shahata sedang menyiapkan surat pemanggilan untuk tes DNA pada Si Muka Dingin Bahadur dan isterinya. Juga pada Nadia dan kedua orang tuanya. Sebab memang sangat mencurigakan dua bayi itu tertukar. Jika benar tertukar nanti akan dicari siapa saja perawat yang bertugas waktu itu. Tertukarnya sengaja atau tidak. Tes DNA itulah yang akan jadi bukti kuat kejelasan kasus Noura. Namun seandainya tidak terbukti ada pertukaran bayi, Noura akan tetap dilindungi. Kolonel Ridha Shahata juga telah menyiapkan bukti untuk menyeret Si Muka Dingin Bahadur ke penjara. Kolonel Ridha Shahata adalah intelijen yang sangat profesional, dia pernah menangkap seorang turis Spanyol yang ternyata adalah mata-mata Mossad.
Syaikh Ahmad meminta saya tenang. Wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhraja. Siapa yang bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan untuknya jalan keluar. Aku lega.

Begitu sampai di rumah, aku mendapat telpon dari Nurul. Ia rupanya juga melihat tayangan nama orang hilang tadi malam. Ia cemas kalau Noura tertangkap dan urusannya melebar. Aku lalu menjelaskan apa yang dijelaskan Syaikh Ahmad kepadaku. Nurul merasa lega. Sebelum mengakhiri pembicaraannya dia bertanya apakah aku sudah ke tempatnya Ustadz Jalal. Kubilang sejak sakit aku belum ke mana-mana. Aku minta pada Nurul agar menyampaikan pada Ustadz Jalal permohonan maafku belum bisa ke sana. Dan aku titip pesan seandainya beliau ada waktu supaya menghubungi aku langsung. Biar aku tahu sebenarnya beliau mau minta tolong apa. Aku juga menjelaskan pada Nurul saat ini sudah konsentrasi menulis tesis. Alhamdulillah judul tesisnya sudah diterima. Nurul menyatakan rasa gembira dan senangnya.

* * *

Aku teringat ini hari Ahad. Sudah lama aku tidak tidak mengaji pada Syaikh Utsman. Aku benar-benar rindu pada beliau. Ramalan cuaca siang ini Cairo tidak terlalu panas. Hanya 30 derajat celcius. Aku berangkat setengah sebelas. Aku ingin shalat zhuhur di Shubra. Baru keluar sampai di halaman apartemen, aku dicegah oleh Maria dari atas, dari jendelanya. Dia minta agar aku tidak pergi dulu, di rumah dulu. Aku heran apa haknya melarang aku. Aku jelaskan padanya aku harus belajar qiraah sab’ah. Akhirnya dia menyuruh adiknya, Si Yousef untuk mengantar aku ke tempat aku ngaji. Aku merasa heran dengan diri sendiri, keluarga Tuan Boutros begitu baik dan besar perhatiannya kepada kami. Hari itu Yousef mengantar aku sampai di depan masjid Abu Bakar Shiddiq, Shubra. Ia juga berjanji akan menjemputku pukul setengah lima sore. Aku mengucapkan terima kasih padanya.

Syaikh Utsman dan teman-teman menyambutku dengan penuh kehangatan. Kami mempraktekkan qiraah Imam Warasy dengan membaca surat Al Mujaadilah, Al Hasyr, Al Mumtahanah, Ash Shaf dan Al Jumu’ah. Selesai mengaji Syaikh Utsman mengajakku masuk ke kamar beliau yang khusus disedikan oleh takmir masjid. Beliau ingin berbicara masalah khusus.
“Anakku, kau sudah sehat betul?” tanya beliau lembut.
“Alhamdulillah, Syaikh,” jawabku dengan menundukkan kepala, aku tidak berani memandang beliau. Segan.
“Alhamdulillah. Terus bagaimana dengan kuliahmu?”
“Alhamdulillah. Judul tesis magister sudah diterima Syaikh. Sekarang sedang mengumpulkan bahan lebih lengkap untuk menulis.”
“Alhamdulillah. Kau menulis tentang apa?”
“Metodologi Tafsir Syaikh Badiuz Zaman Said An-Nursi.”
“Bagus sekali. Said An-Nursi memang ulama luar biasa yang harus dikaji kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Lantas siapa pembimbingmu?”
“Prof. Dr. Abdul Ghafur Ja’far.”
“Yang tinggal di dekat masjid Rab’ah El-Adawea, Nasr City itu?”
“Benar Syaikh.”
“Alhamdulillah. Kau insya Allah akan mendapat bimbingan dan kemudahan dari beliau. Beliau adalah salah seorang muridku angkatan pertama. Beliau mengambil sanad dan ijazah qiraah sab’ah dariku. Nanti akan aku telpon beliau agar memberikan bimbingan terbaik kepadamu. Dan agar kamu benar-benar menjadi pembela dan penyebar agama Allah di tanah airmu kelak.” Suara Syaikh Utsman bernada optimis dan bahagia. Diam-diam aku sangat kagum pada beliau yang sangat memperhatikan semua muridnya. Beliau memang tidak mau mengambil murid terlalu banyak. Tapi yang sedikit itu benar-benar beliau curahi perhatian yang luar biasa.
“Anakku. Aku mau bertanya masalah penting padamu. Apakah kau mau menikah?”

Pertanyaan Syaikh Utsman itu bagaikan guntur yang menyambar gendang telingaku. Aku kaget. Hatiku bergetar hebat. Jika yang bertanya orang semacam Rudi, Hamdi, dan Saiful aku akan menjawabnya dengan santai, bahkan aku bisa menjawabnya dengan guyon. Tapi ini yang bertanya adalah ulama terkemuka, gurunya para guru besar di Mesir.
“Maksud Syaikh bagaimana?”
“Apakah kau mau menikah dalam waktu dekat ini. Kalau mau, kebetulan ada orang shalih datang kepadaku. Ia memiliki keponakan yang shalihah yang baik agamanya dan minta dicarikan pasangan yang tepat untuk keponakannnya itu. Aku melihat kau adalah pasangan yang tepat untuknya.”
Keringat dinginku keluar.
“Tapi aku mahasiswa miskin Syaikh, tidak punya biaya.”
“Baginda nabi dulu menikah dalam keadaan miskin. Sayyidina Ali bin Abi Thalib juga menikah dalam keadaan miskin. Aku sendiri menikah dalam keadaan miskin. Begini Anakku, kau pikirkanlah dengan matang. Lakukanlah shalat istikharah. Gadis shalihah ini benar-benar shalihah, dia mencari pemuda yang shalih bukan pemuda yang kaya. Sekarang pulanglah, pikirlah dengan matang. Jika kau mantap dengan jawabanmu siap menikah atau tidak secepatnya datanglah kau menemuiku. Jika kau mantap, maka akan aku pertemukan kau dengan walinya dahulu, jika tidak, maka aku akan mencarikan yang lain.” Kata-kata Syaikh Utsman yang berwibawa itu merasuk dan mendesir hebat dalam jiwaku.

Sampai di rumah hatiku masih terasa bergetar atas pertanyaan sakral yang diajukan Syaikh Utsman. Jiwaku masih terasa berdesir. Apa yang beliau tawarkan bukan sembarang tawaran. Yang beliau tawarkan adalah sebaik-baik rizki bagi seorang pemuda. Adakah rizki lebih agung dari seorang gadis shalihah yang jika dipandang menyejukkan jiwa bagi seorang pemuda? Aku belum bisa mempercayai apa yang aku alami hari ini. Baru saja target dan peta hidup dibuat, tawaran untuk menikah datang sedemikian cepat. Siap. Atau tidak. Aku harus minta penerang dari Allah Swt.

Silakan lanjutkan baca di novelnya, Ayat-ayat Cinta, Novel Pembangun Jiwa....Bab XIV

Image: Google

Jangan Percaya Bocoran Kunci Jawaban Ujian Nasional

Jangan Percaya Bocoran Kunci Jawaban Ujian Nasional---
Kompas.com - Kerahasiaan soal-soal ujian nasional akan dijamin dengan baik sehingga para siswa calon peserta UN diminta tidak mudah percaya pada orang yang menawarkan kunci jawaban UN 2012.

"Pengawalannya sangat ketat, jadi kami yakin soal yang di cetak di pusat tidak akan bocor sebelum ujian dilaksanakan, sehingga jika ada orang yang menawarkan kunci jawaban soal UN, itu sama sekali tidak benar," tegas Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel Abdullah Djabbar di Makassar, Kamis.

Ia menjamin kerahasiaan karena pihaknya bersama kepolisian memperketat pengawalan distribusi soal hingga tiba di lokasi pelaksanaan ujian di 24 kabupaten dan kota se-Sulawesi Selatan. Selain dengan kepolisian, pihaknya juga telah bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin untuk pengawasan soal.

"Tanggung jawab kami adalah setelah naskah dari pusat sampai provinsi termasuk pendistribusian soal. Setelah soal berada di kabupaten dan kota masing-masing menjadi tanggung jawab dinas pendidikan setempat.

Naskah soal UN diharapkan tiba di tingkat provinsi satu minggu atau paling tidak lima hari sebelum pelaksanaan ujian pada 16-19 April 2012.

Berdasarkan data, jumlah peserta UN Sulsel tahun ini mencapai 405.709 siswa. Terdiri atas siswa SD, sebanyak 164.529 peserta, SMP, 138.344 peserta dan SMA mencapai 33.319 peserta. Jumlah peserta mengalami peningkatan dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya sebanyak 381.682 siswa.

Pihaknya juga mengharapkan kerja sama dari para orangtua siswa untuk memperhatikan kesiapan anak-anaknya menghadapi ujian.

Sumber: Kompas

Jangan Anggap Ujian Nasional Itu Menakutkan

Jangan Anggap Ujian Nasional Itu Menakutkan---
Kompas.com - Ujian nasional (UN) bagi sebagian besar siswa masih dianggap menakutkan, bahkan menjelang UN para guru dan orangtua pun merasa tertekan. Kondisi ini sebenarnya justru kontraproduktif. Sebab, perasaan tertekan itu dapat berpengaruh negatif secara fisik maupun psikologis.

Untuk sukses menghadapi UN, siswa, guru, dan orangtua perlu mengubah pola pikir bahwa UN bukanlah sesuatu yang menakutkan. "Jika UN dianggap sebagai sesuatu yang berat maka akan menjadi berat. Jika UN dianggap seperti hantu maka akan menyebabkan siapa pun ketakutan," kata Agus Nugroho Setiawan, master of trainer achievement motivation, di acara pembekalan menjelang UN kepada siswa SMK Muhammadiyah 2 Mertoyudan, Magelang, Jumat (30/3/2012).

Kepada para siswa, Agus berpesan agar menganggap ujian sebagai kebutuhan untuk mengukur kemampuan dan kompetensi diri. Sekolah juga harus menganggap ujian sebagai sarana untuk mengukur kinerja guru dan sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.

"Jika siswa, guru, dan sekolah menganggap UN sebagai sebuah kebutuhan, maka UN justru akan dinanti kehadirannya dan dihadapi dengan perasaan senang hati, tanpa tekanan, dan terbebani sehingga hasilnya jauh lebih optimal," tambah Agus.

Setelah mengubah pola pikir, diperlukan niat dan keyakinan bahwa setiap siswa mampu mencapai kesuksesan tersebut. Hal ini akan memberikan energi positif dan semangat. Dukungan dari guru, sekolah, dan orangtua akan sangat membantu siswa dalam hal ini.

Selain itu, untuk mencapai kesuksesan, siswa harus mempunyai tujuan dan target yang jelas karena tujuan akan memberikan arah dan jalan. "Jika tujuan akhir siswa adalah lulus UN dengan nilai yang baik, maka tujuan tersebut akan memberikan arah dan jalan," tambahnya.

Selanjutnya, jika tujuan akhir sudah ditetapkan, maka diperlukan pengelolaan waktu yang baik agar siswa lebih fokus. "Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan, orang-orang besar dapat mencapai kesuksesan karena mampu mengelola waktu dengan baik dan fokus untuk mencapai impiannya tersebut," lanjut Agus.

Agus juga menegaskan agar tidak hanya melihat kesuksesan orang. "Sering kali kita hanya melihat kesuksesan orang hanya pada hasil akhirnya saja, kita sering lupa bagaimana perjuangan orang tersebut untuk mencapai sukses," katanya.

Sumber: Kompas

Mengapa Tanggal 30 Maret Dijadikan Hari Film Nasional?

Mengapa Tanggal 30 Maret Dijadikan Hari Film Nasional?--
Kemarin, tepatnya tanggal 30 Maret 2012 adalah Hari Film Nasional Indonesia. Indonesia yang selama ini terus bergelut untuk menghidupkan industri perfilman nasional ternyata kini genap berusia 62 tahun lamanya.

Tapi, adakah yang tahu kenapa tanggal tersebut dijadikan Hari Perfilman Nasional kita? Jika kita merunut ke belakang, tepat 62 Tahun yang lalu hadirlah sebuah film berjudul "Darah dan Doa", film lokal Indonesia pertama yang merupakan produksi bangsa sendiri. Tercatat, tanggal ini adalah hari pertama pengambilan gambar film arahan sutradara Usmar Ismail dengan bintang film Faridah.

Proses yang nggak bisa dibilang mudah, lantaran kala itu teknologi belum secanggih sekarang. Namun pada akhirnya, film 'The Long March of Siliwangi' tersebut menjadi patokan bahwa kita punya perayaan sebuah Hari Film Nasional. Dan, kita patut bangga!

Sumber: Tribunnews

KISI-KISI SOAL UAS Kelas 7 dan Kelas 8 Sem. Genap 2011/2012

Kisi-kisi Soal UAS Kelas 7 dan Kelas 8 Sem. Genap 2011/2012---
KELAS 7:
1. Menyimpulkan pikiran, pendapat, dan gagasan seorang tokoh/ narasumber yang disampaikan dalam wawancara (Contoh Soal)
2. Menentukan hal-hal penting yang dikemukakan narasumber dalam wawancara (Contoh Soal)
3. Menentukan identitas tokoh idola (Contoh Soal)
4. Menentukan keunggulan tokoh (Contoh Soal)
5. Menentukan alasan mengidolakan tokoh (Contoh Soal)
6. Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun (Contoh Soal)
7. Menentukan hal-hal yang dapat diteladani dari kutipan buku biografi (Contoh Soal)
8. Menemukan gagasan utama dalam teks (Contoh Soal)
9. Menemukan informasi dalam tabel (Contoh Soal)
10. Menyimpulkan isi tabel (Contoh Soal)
11. Menemukan informasi dalam diagram (Contoh Soal)
12. Menyimpulkan isi diagram (Contoh Soal)
13. Mengubah teks wawancara menjadi narasi (Contoh Soal)
14. Menulis pesan singkat (memo) sesuai dengan isi Contoh Soal)
15. Menulis pesan singkat (memo) dengan menggunakan kalimat efektif (Contoh Soal)
16. Menulis pesan singkat (memo) dengan menggunakan bahasa yang santun (Contoh Soal)
17. Merefleksi isi puisi (Contoh Soal)
18. Merefleksi makna puisi (Contoh Soal)
19. Menentukan citraan puisi (Contoh Soal)
20. Menentukan gaya bahasa dalam puisi Contoh Soal
21. Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen dengan realitas sosial (Contoh Soal)
22. Menemukan realitas kehidupan anak yang terefleksi dalam buku cerita anak asli (Contoh Soal)
23. Menemukan realitas kehidupan anak yang terefleksi dalam buku cerita anak terjemahan (Contoh Soal)
24. Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam (Contoh Soal)
25. Menulis kreatif puisi berkenaan dengan pengalaman pribadi (Contoh Soal)
26. Menyunting ejaan (Contoh


Sisipan Materi Semester Ganjil:
1. Menyimpulkan isi bacaan (Contoh soal)
2. Menjawab pertanyaan isi bacaan (Contoh soal)
3. Menulis buku harian atau pengalaman pribadi (Contoh soal)
4. Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa (Contoh soal)
5. Menulis surat resmi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa (Contoh Soal)
6. Menemukan hal-hal menarik dalam dongeng (Contoh Soal)
7. Menentukan unsur intrinsik kutipan dongeng (Contoh Soal)
8. Menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun (Contoh soal)
9. Menulis pengumuman (Contoh Soal)


KELAS 8:
1. Menemukan pokok-pokok berita (apa, siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaima¬na) (Contoh Soal)
2. Menemu¬kan masalah utama dari berbagai beri¬ta yang ber¬topik sama (Contoh Soal)
3. Mampu menyimpulkan kesamaan masalah beberapa berita (Contoh Soal)
4. Menyunting berita.
5. Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan
6. Menyusun acara dan membawakannya dengan bahasa yang baik dan benar serta santun
7. Menulis rangkuman (Contoh soal)
8. Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas
9. Menulis slogan (Contoh)/poster (Contoh) untuk berba¬gai keperluan dengan pi¬lih¬an kata dan kalimat yang bervariasi, serta per¬sua¬si
10. Mengiden¬tifikasi tokoh utama dan sampingan novel remaja (asli atau terjemahan) (Contoh Soal)
11. Mengidentifikasi karak¬ter tokoh no¬vel remaja (asli atau ter¬jemahan) (Contoh Soal)
12. Menjelaskan tema novel remaja asli atau terjemahan
13. Menjelaskan latar novel remaja asli atau terjemahan
14. Mendes¬kripsikan alur novel remaja asli atau terjemahan
15. Menang¬gapi hal yang menarik dari kutipan novel remaja asli atau terje¬mah¬an (Contoh Soal)
16. Menjelaskan alur cerita novel asli atau terjemahan
17. Menjelaskan pelaku novel asli atau terjemahan
18. Menjelaskan latar novel asli atau terjemahan
19. Mengenali ciri-ciri umum puisi :menentukan jenis rima (Contoh Soal)
20. Mengenali ciri-ciri umum puisi :menentukan citraan (Contoh Soal)
21. Mengenali ciri-ciri umum puisi :menentukan amanat
22. Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai (Contoh Soal)
23. Menyunting ejaan (Contoh

Sisipan Materi Semester Ganjil:
1. Menyampaikan/ menulis laporan dengan bahasa yang baik dan benar Contoh soal
2. Menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku (Contoh Soal)
3. Menyimpulkan bacaan (Contoh Soal)
4. Menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat Contoh soal
5. Menulis petunjuk dengan menggunakan bahasa yang efektif Contoh soal
6. Menentukan jalur efektif yg ditempuh dalam denah (Contoh Soal)
7. Berwawancara (Contoh Soal)
8. Menulis drama Contoh soal
9. Mengiden¬tifikasi unsur intrinsik teks drama Contoh soal

Contoh Pidato dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda

Contoh Pidato dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda---
Pidato adalah 1) pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak; 2) wacana yang yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak.
(KBBI, 2001)

Tiga unsur yang berhubungan erat dalam pidato adalah:
1. pembicara (orator)
2. pendengar (audiens)
3. situasi

Berikut contoh pidato:
Teman-teman sekalian, selamat pagi!
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya, kita dapat berkumpul di sini untuk memperingati hari yang bersejarah bagi bangsa kita, yaitu Sumpah Pemuda.
Bagi kaum muda Indonesia, hari Sumpah Pemuda merupakan momen yang memiliki arti penting untuk membina semangat kebersamaan sebagai bangsa yang merdeka. Sumpah Pemuda merupakan sejarah yang patut diteladani oleh setiap insan negeri ini. Kita sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya sadar akan tugas dan tanggung jawab kita. Tidak cukup dengan merenung dan mengagumi semangat juang pahlawan kita. Tetapi lebih dari itu, kita harus mampu menyingkirkan perasaan primordial dan semangat kedaerahan yang kini tumbuh subur di negeri kita.

Teman-teman sekalian, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya. Menghormati pahlawan tidak hanya dengan ucapan, tetapi dengan tindakan nyata. Sebagai refleksi, pertanyaan mantan presiden Amerika, John Francis Kennedy, layak saya kutip, “Jangan Anda bertanya apa dapat negara berikan untuk Anda, tetapi bertanyalah, apa yang dapat Anda berikan untuk negara.”

Sumpah Pemuda bukanlah satu istilah tetapi semangat dan cermin masa depan bangsa kita. Janganlah kita menunggu dan menunggu apa yang diberikan negara kita, tetapi dengan semangat dan kesadaran, marilah kita buka mata kita. Lihatlah ke depan! Masih banyak sesama kita yang membutuhkan pertolongan kita. Sudah seharusnya kita sebagai generasi muda memikirkan masa depan bangsa ini. Kita dapat mulai dari sekarang dengan cara yang paling sederhana, yaitu dengan menggunakan kesempatan belajar secara sungguh-sungguh agar kelak dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran kita bagi bangsa dan negara kita.

Belajar tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi dapat pula dilakukan di rumah dan di mana pun. Tidak hanya dengan membaca buku, tetapi dapat pula dengan belajar menerapkan pola hidup yang wajar dan bertanggung jawab.

Akhirnya, saya ingin menegaskan bahwa sebagai generasi penerus bangsa, kita harus benar-benar dapat mengisi Sumpah Pemuda dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih atas perhatian teman-teman semuanya.

Langkah-langkah Memahami Tabel

Langkah-langkah Memahami Tabel--Tabel adalah sajian data yang dibuat dalam kolom-kolom.

Langkah yang kita lakukan untuk membaca tabel:
  1. membaca judul tabel
  2. membaca kolom-kolom yang ada di tabel
  3. melihat perbedaan yang mencolok pada data tersebut, baik yang tertinggi, terendah, atau rata-rata (hitunglah bila diperlukan)
  4. menarik kesimpulan dari data yang disampaikan dalam tabel.

Ciri-ciri Cerpen

Ciri-ciri Cerpen--- Cerpen merupakan fiktif naratif, dengan kata lain cerpen termasuk ragam cerita imajinatif.

Biasanya, cerpen itu jumlah halamannya berkisar 2-20 halaman yang memiliki beberapa kategori, di antaranya:
- Kisahan memberi kesan tunggal dan dominan satu tokoh, latar dan situasi dramatik, bentuknya sangat sederhana. Semuanya bersifat imajinatif;
- Mengungkapkan satu ide sentral dan tidak membias pada ide sampingan. Biasanya berisi hal-hal yang tidak rutin terjadi setiap hari, misalnya tentang suatu perkenalan, jatuh cinta, atau suatu hal yang sulit dilupakan;
- Dimensi ruang waktu lebih sempit dibandingkan novel. Akan tetapi, walaupun singkat, cerpen selalu sampai dalam keadaan selesai;
- Mengungkapkan suatu kejadian yang mampu menghadirkan impresi tunggal.

Seperti prosa, cerpen juga terdiri atas unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. Unsur intrinsiknya meliputi: tema, plot/alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, pesan, dan gaya. Unsur ekstrinsik, misalnya: biografi pengarang, kondisi sosial, politik, agama, atau filsafat.

Cerpen "Hipnotis", Cerpen Berbagi Pengalaman tentang Hipnotis

Cerpen "Hipnotis", Cerpen Berbagi Pengalaman tentang Hipnotis Oleh: Euis Sulastri

Di balik jerjak jendela rumahnya, Kinasih menyaksikan jatuhnya titik-titik air hujan. Ia merasakan betapa sakitnya air itu tatkala membentur kerikil atau koral. Begitu banyak orang membiarkan titik-titik air hujan itu jatuh ke tempat tak layak. Bila bumi tertutup sampah atau beton, mereka akan menggenang memenuhi seluruh permukaan. Kalau sudah begini, air jugalah yang dipersalahkan. Titik-titik air itu adalah aku, yang kini jatuh lalu dicaci dan dicerca. Semua mempersalahkan aku, gumamnya dalam hati.
Ingin sekali ia menggantikan batu-batu itu dengan spons agar air itu jatuh ke tempat empuk. Bahkan ia juga ingin menampung seluruh titik air yang jatuh ke tempat tak layak itu untuk ia bagikan saat musim kemarau panjang. Namun sungguh ia tak kuasa.

Entah sudah berapa lama Kinasih berdiri di sana. Entah sudah berapa banyak titik air itu membentur batu. Namun kembali ia menyesal, ia tak sanggup menolongnya. Bahkan ia sudah lama tak berani membuka jendela itu lebar-lebar. Apalagi pintu rumahnya. Ia hanya berani keluar rumah untuk menjemur handuknya di taman belakang yang diapit oleh tembok rumah tetangganya. Tak seorang pun dapat melihatnya di sana. Palingpaling hanya Si Mbok, pembantu yang setia mendampinginya selama ini.

Seharian ia betah sekali mengurung diri di kamarnya. Terlebih bila sudah membuka-buka album foto kenangan bersama suami yang dicintainya. Terkadang album itu nangkring di dadanya berjam-jam lamanya. Album itu baru berpindah tempat kalau Si Mbok yang memindahkannya. Sementara pemiliknya, merajut mimpi bersama suaminya yang menunggunya entah di mana.

Kebiasaan seperti itu ia lakukan tak lama setelah ia kalah di sidang pengadilan. Ia menggugat seseorang yang telah menjatuhkan harga dirinya. Lelaki itu telah mencabik-cabik mukanya dan menyayat-nyayat hatinya dengan sembilu kemudian mengucurinya dengan air jeruk nipis. Begitulah kira-kira pedihnya Kinasih saat ini. Sebagai orang timur, ia begitu menjunjung tinggi kehormatannya. Ia tahu benar, mana yang boleh dan yang tak boleh ia lakukan. Sebab Bapak dan ibunya sangat menanamkan tata susila dan budi pekerti.

“Nduk, ingat, jagalah kehormatan dan harga dirimu baik-baik. Janganlah kamu corengkan jelaga di muka orang tua dan suamimu hanya gara-gara kelakuanmu. Ibu dan Bapak sudah membekalimu dengan ilmu dan agama. Kehormatan dan harga diri wanita ada pada ciri kewanitaanmu itu sendiri. ” Begitulah orang tuanya menasihati saat akan melepas anaknya pindah ke kota Jakarta, mengikuti jejak suaminya yang pilot itu.

Nasihat itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Bahkan saat ini nasihat itulah yang sangat menusuk-nusuk jantung dan hatinya. Ibu, Bapak, aku telah mencoba menjaganya dengan sebaikbaik aku menjaganya. Tapi mengapa berat benar cobaan yang aku alami saat ini, gumamnya.
Kembali bayangan peristiwa setahun lalu menyeruak di hadapannya, saat sebagian besar orang bertepuk tangan mendukung keputusan hakim. Saat itu ingin sekali Kinasih menampar dan meludahi wajah Sang Aktor. Yang telah menodainya. Namun ia tak kuasa karena seluruh sendinya begitu lunglai.

Sang Aktor segera digandeng oleh seorang perempuan muda yang cantik. Mungkin ia ingin membangun opini publik bahwa tak mungkin ia melakukan perbuatan bejat itu kepada Kinasih yang janda itu. Masih banyak gadis cantik yang mengejarnya sehingga anggapan masyarakat, Kinasih hanya mencari sensasi saja. Di belakangnya para pengacara dan dua orang bodyguard menggiring Sang Aktor dengan senyum bangga. Mereka melambai-lambaikan tangannya. Nyamuk pers memburunya dengan berbagai pertanyaan.
“Bagaimana perasaan Anda saat ini?”
“Biasa-biasa saja karena sudah sepantasnya saya bebas dari tuduhan itu. Sudah saya katakan dari awal, bahwa … siapa nama perempuan itu?”

Sang Aktor pura-pura lupa menyebut nama Kinasih.
Para wartawan serempak menjawab. “Kinasih ….!”
“Ya, Kinasih, dia hanya mencari sensasi saja.”

Segera kedua bodyguard-nya mendorong para wartawan itu untuk minggir karena sang aktor akan segera memasuki Ford Eferestnya. Selain Sang Aktor, Kinasih pun tak lepas dari buruan nyamuk pers.
“Apa yang akan Anda lakukan setelah ini?”
“Memohon keadilan pada yang Maha Adil dan yang Maha Menyaksikan. Keadilan di dunia hanya milik segelintir orang. Dan itu bukan milik para janda. Saya hanya ingin mengatakan bahwa tak semua janda menghendaki status itu. Dan kalaupun ada di antara kami yang rusak, bukan berarti kami semua harus ikut rusak. Kami ini bukan virus atau monster yang harus ditakuti. Kami juga punya perasaan dan harga diri.”

Kinasih dikejutkan oleh Si Mbok yang membuyarkan bayangan kegetirannya, “Nduk, makan siang sudah siap dari tadi, sampai-sampai sudah dingin. Bok sudah, jangan dipikir terus. Serahkan saja pada Gusti Allah. Bukankah kita semua sudah habis-habisan mengusahakan hingga rumah yang bagus sudah terjual. Sekarang, janganlah kesehatan Nduk pertaruhkan. Kalau saja Ndoro Putri dan Ndoro kakung tahu bahwa putrinya melamun terus pasti mereka lebih menderita lagi. Kata-kata pembantunya yang begitu setia mendampinginya, baru kali ini berhasil menghidupkan kembali semangatnya yang telah mati.

Suatu hari Kinasih memberanikan diri juga keluar rumah untuk mengambil uang di ATM yang tak begitu jauh dari rumahnya. Selama ini Si Mbok yang melakukannya, setelah Kinasih ajari secara sabar.

Baru saja Kinasih akan meninggalkan anjungan itu, tiba-tiba seorang lelaki bertanya tentang sebuah alamat yang dicarinya. Karena ia mengetahuinya, Kinasih menjawabnya dengan ramah. Lelaki itu berterima kasih pada Kinasih sambil menepuk lengannya. Setelah itu Kinasih tak ingat apa-apa lagi. Entah bagaimana caranya sampai kartu ATM itu berpindah tangan. Kinasih merasa tak habis pikir, mengapa lelaki itu begitu mudahnya menguras seluruh uang tabungannya. Dan yang lebih aneh lagi, ia pun menyebutkan dengan jujur nomor PIN-nya.

Kinasih akhirnya pulang dengan tangan hampa. Kejadian itu tak ia ceritakan pada Si Mbok. Lama juga ia tercenung di kamar sendirian. Namun tiba-tiba bibirnya yang mungil, sedikit mengembang dan matanya yang selama ini sembab, terbelalak, kepalanya menganggukangguk. Dari mulutnya tiba-tiba keluar kata-kata, “Akan kucari kau penghipnotis, sampai ke mana pun kau akan kucari!” Hampir tiap hari Kinasih bertualang mencari penghipnotis itu dari ATM ke ATM, sebab ia yakin tempat beroperasinya di sekitar tempat-tempat seperti itu.

Suatu hari, di hari ke-21 pencariannya, tepatnya tanggal muda, ketika orang ramai mengambil uangnya di ATM, Kinasih begitu kaget melihat seseorang yang pernah dilihatnya. Kinasih mencoba mengerahkan seluruhn ingatannya. Akhirnya ia yakin, dialah lelaki yang selama ini dicarinya. Ciri lelaki itu memang sempat sedikit terekam dalam ingatannya, tubuhnya tinggi atletis, dagunya panjang, dan wajahnya lumayan tampan.
Lelaki itu kini sedang mengikuti wanita muda yang baru saja mengambil uang di ATM. Lelaki itu menepuk bahu wanita muda di tempat yang agak sepi. Kinasih menyaksikannya dari jarak yang tak terlalu jauh. Saat itu hari sudah mulai senja. Tak ada orang lain yang memperhatikannya, kecuali dirinya. Tanpa banyak basa-basi wanita muda itu menyerahkan seluruh uang yang baru saja diambilnya dari ATM.

Setelah lelaki itu berhasil mendapatkan uang dari sasarannya, segera ia pergi meninggalkan wanita itu. Dan Kinasih memberanikan diri menguntitnya dari belakang. Lelaki itu menaiki mikrolet yang sedang ngetem. Tanpa ragu-ragu Kinasih pun ikut naik mikrolet yang sama. Kinasih melirik dengan ekor matanya, namun ia tak menghiraukan Kinasih sedikit pun.

Mikrolet terus melaju memasuki jalan-jalan kecil yang hanya dapat dilalui oleh dua buah mobil kecil. Sampai di sebuah tikungan, tiba-tiba lelaki itu menyentilkan telunjuknya ke langit-langit mobil. Sopir mikrolet menurunkannya tepat di mulut gang kecil. Kinasih pun bergegas mengikutinya.

Sepanjang gang, anak-anak kecil ramai bermain galasin. Lingkungannya begitu kumuh dan padat. Tak seorang pun mau memperhatikan Kinasih. Hal itu sangat dimaklumi, sebagian penduduk Jakarta memang terkenal dengan filosofi hidupnya, elu-elu, gue-gue. Hampir di ujung gang, penghipnotis itu berbelok ke arah kiri, masuk ke gang buntu yang sangat sempit. Di ujung gang buntu itulah ia memasuki rumah yang pintunya tak beda tingginya dengan tubuhnya yang jangkung itu.

Kinasih berhenti sebentar untuk menarik nafas panjang. Setelah itu ia segera memberanikan diri untuk berdiri di depan pintu yang belum sempat ditutup oleh penghuninya.
“Permisi, boleh saya masuk?”
“Anda siapa, bukankah Anda yang tadi satu mikrolet dengan saya, mau bertemu siapa, dan mau apa?’’
Pertanyaannya begitu memberondong. Kinasih merasakan pertanyaan itu agak kurang enak didengar. Namun ia harus membuang perasaan tersinggungnya. Ia bertekad untuk mengubah pribadinya. Kinasih yang dulu lembut, pemalu, dan penakut kini harus sebaliknya sebab dengan sikap asalnya itu malah merugikan dirinya.
“Saya Kinasih yang beberapa hari lalu Anda hipnotis di sebuah ATM,’’ begitulah Kinasih membuka pembicaraan. Kinasih menangkap perubahan ekspresi lelaki itu begitu cepat. Wajahnya memerah, dahinya berkerut.
“Maaf, saya datang ke mari bukan untuk meminta kembali kartu ATM saya, melainkan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda karena sudah berhasil menghipnotis saya. Begitu salut saya pada Anda karena saya telah berkata sejujur-jujurnya tentang nomor PIN saya. Atas dasar inilah, saya ingin meminta pertolongan. Dan saya mengerti, setiap jasa orang lain harus saya hargai.”

Dahi penghipnotis semakin berkerut, namun tak lama kemudian ia tertawa ngakak. Sampaisampai air liurnya hampir menyemburat kalau saja tak ditahan dengan tangannya. Pasalnya baru kali ini ia mengalami peristiwa aneh tapi nyata itu. “Maaf, apa saya tak salah dengar? Anda berterima kasih begitu tulusnya atas ulah saya yang telah menghipnotis Anda. Padahal, selama lima belas tahun saya menyandang profesi sebagai penghipnotis, saya hanya dicaci-maki, disumpahserapahi, bahkan dijauhi dan ditakuti oleh banyak orang.”
“Betul, saya sungguh-sungguh. Ini KTP saya. Boleh Anda tahan kalau saya main-main,” tangan Kinasih tampak agak gemetar. Ia sedikit memaksa penghipnotis untuk mengambil KTP yang ia sodorkan. Penghipnotis itu membaca lamat-lamat nama dan alamatnya.
“Ya, tapi bagaimana saya bisa percaya pada Anda begitu saja. Jangan-jangan Anda seorang wartawati atau wanita reserse?”
“Wah, Anda salah besar. Kalau tidak percaya juga, ini ID card saya.”
Sambil sedikit tersenyum, lelaki membaca kartu keanggotaan Kinasih.
“Sepertinya, beberapa bulan yang lalu, nama Anda ini sering saya dengan di berita infotainment. Dan kalau tak salah dengar, bukankah Anda yang berseteru dengan seorang aktor yang sedang naik daun?”
“Ya, itulah saya.”
“O, jadi Anda orangnya? Ternyata wajah Anda di televisi tak seindah warna aslinya,” begitulah ia menyanjung kecantikan Kinasih dengan meniru kalimat sebuah iklan.
“Itulah sebabnya saya datang ke mari sehubungan dengan kasus saya selama ini. Telah banyak jalan yang saya tempuh, tetapi kemenangan tak pernah berpihak pada saya. Bahkan saya menjadi anggota asosiasi tersebut pun agar mendapat dukungan dari teman-teman yang senasib dengan saya. Ketua asosiasi telah memperjuangkan saya namun tidak berhasil juga.
Jadi maksud saya, tak lain dan tak bukan, ingin membuktikan dengan cara saya sendiri. Saya yakin lewat Anda usaha saya akan berhasil.”
Kinasih mengungkapkannya dengan mata berkaca-kaca. Air matanya yang telah kering, kini ada lagi. Namun kali ini air mata penuh harapaan. Kinasih meremas-remaskan kedua tangannya, menumpahkan dan melampiaskan sakit hatinya.
“Jadi, sekali lagi tolonglah saya . Kalau sudah berhasil saya pasti sangat berterima kasih kepada Anda.”
Air mata kegetiran Kinasih rupanya berhasil menumbuhkan kembali hati nurani penghipnotis yang selama ini telah sirna. Ia bayangkan seandainya yang mengalami masalah itu adiknya, yang juga seorang janda. Pasti ia pun akan sangat geram.
“Apa yang harus saya lakukan?”
Karena dia telah mempermalukan saya di depan umum, saya ingin dia juga merasakannya.
Lalu Kinasih menjelaskan apa saja yang akan mereka lakukan.
“Kalau begitu, kapan kita memulainya?”
“Secepatnya.”
Keesokan harinya mereka mulai bekerja.
Keduanya berlaku sebagai spionase, menyelidiki keberadaan Sang Aktor. Mereka sudah mengontak wartawan infotainment bekerja sama dalam perburuan.
Kesempatan yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Sang aktor berjalan-jalan di sebuah plaza yang terkenal di bilangan Senayan. Tanpa membuang-buang waktu, penghipnotis itu melakukan tugasnya. Saat itu ia menggunakan kostum meniru gaya seorang penghipnotis yang belakangan ini sering muncul di televisi dalam menghibur penonton. Celana panjang dan kaus lengan panjang hitam-hitam. Kepala ditutup dan diikat dengan kain hitam. Kebetulan tubuhnya atletis, mirip juga dengan penghipnotis yang terkenal itu.
Bila orang tidak mengamati penghipnotis gadungan itu dengan teliti, pasti mereka terkecoh.
Saat sang aktor berjalan santai dengan kekasihnya, panghipnotis mengikuti dari belakang.
Sementara itu Kinasih bersembunyi dengan jarak tak terlalu jauh dari mereka. Penghipnotis menyenggol bagian tubuh tertentu Sang Aktor. Kerja yang cekatan ia lakukan. Crew infotainment sudah siap di sana. Acara yang menarik itu dibuatnya sebagai siaran langsung mirip salah satu acara remaja yang menyelidiki kesetiaan kekasihnya.
Penghipnotis seketika itu juga mengusap wajah Sang Aktor. Sementara kekasihnya hanya senyum-senyum saja. Sungguh, ia juga terkecoh.
“Masuki alam kejujuranmu, katakan dengan sejujur-jujurnya apa yang telah Anda lakukan terhadap seorang janda bernama Kinasih di rumah Anda!” Demikian kalimat bernada perintah namun lembut ia katakan.

Sang Aktor mengikuti perintahnya. “Hari itu tepatnya Selasa, 13 Desember tahun 2004. Jam menunjukkan tepat pukul 10.00 pagi, sengaja saya pilih waktu itu karena biasanya penghuni kompleks sedang pergi bekerja. Yang menjadi tempat peristiwa itu, di rumah saya sendiri, tepatnya di sebuah ruang musik agar tak ada orang yang mendengarnya. Di sanalah saya menggagahi kehormatan seorang janda bernama Kinasih. Saya memintanya datang ke rumah dengan berpura-pura akan membeli batik dagangannya. Wajahnya sangat ayu. Saya memang mengaguminya sejak saya membeli batik yang pertama kali. Tapi tak berniat serius karena saya seorang perjaka sementara dia, janda. Darah kelelakianku saat itu tak kuasa kubendung... .”
Ia mendeskripsikan peristiwa itu dengan jelas, gamblang, dan lancar, tanpa keragu-raguan sedikit pun. Sang Aktor menjelaskan peristiwa itu secara kronologis. Setelah semuanya diungkapkan, dipanggilnya Kinasih yang tak jauh dari tempat persembunyiannya. Dimintanya Kinasih berdiri di sebelah Sang Aktor.
“Apakah wanita yang Anda maksud adalah ini? Penghipnotis menunjuk pada wanita lain.
“Bukan.”
Pertanyaan yang sama juga dilontarkan dengan menunjuk pada wanita yang lain lagi. Demikian penghipnotis melakukannya hingga lima kali.
Sang Aktor tetap menjawab, “Bukan.”
“Apakah perbuatan itu Anda lakukan kepada wanita ini? Kali ini penghipnotis menunjuk pada Kinasih.
“Benar.”
Pertanyaan yang sama dan arah yang sama diulang berkali- kali. Jawaban Sang Aktor tetap sama, “benar.”
“Ya, dialah Kinasih, janda muda yang saat itu saya gagahi.”
“Sekarang minta maaflah kepada Kinasih. Bersimpuhlah di kakinya ungkapkan dengan penyesalan.”

Sang aktor bersimpuh di kaki Kinasih. Sementara itu, Kinasih tetap berdiri dengan senyum kemenangan. Penghipnotis mengusap wajah sang aktor untuk kembali menyadarkannya.
Sang Aktor mengucek-ucek matanya sambil nyengir kuda, tersenyum bingung. Ia tak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Yang lebih membingungkan lagi, dirinya berada di depan kamera, di tengah-tengah kerumunan orang yang sedang menertawakannya dan berteriak-teriak, “Huuuu….” Ada juga wanita yang melemparkan bekas botol minuman plastik ke arahnya dengan geram. Sang Aktor begitu terperangah apalagi ia melihat di sisinya berdiri Kinasih yang sedang tersenyum puas. Dengan wajah yang memerah penuh malu, Sang Aktor bergegas pergi. Kali ini tanpa lambaian tangan. Sementara sang pacar sudah meninggalkannya lebih dahulu dengan perasaan sangat kecewa.

Contoh Resensi Fiksi

Contoh Resensi Fiksi-- Resensi buku fiksi meliputi novel, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan sebagainya. Bacalah resensi novel berikut ini!

“Dari Lembah Ke Coolibah” Potret Perempuan Titis Basino
Judul : Dari Lembah Ke Coolibah
Penulis : Titis Basino PI
Tebal : 150 halaman
Cover : Ipe Ma’ruf
Penerbit : Grasindo, Agustus 1997

Apakah artinya sebuah novel bagi seorang sastrawan? Tentu banyak persepsi dan argumentasi rasional mengenai hal ini. Pun sangat tergantung pula pada personal experience masing-masing penulis ataupun si sastrawan itu sendiri. Jika seseorang – katakanlah – Pramudya Ananta Toer menggelindingkan karya-karya roman Pulau Buru-nya dengan titik pijak ingin memaparkan ‘gambaran sejarah feodalisme’ bangsa ini (agar diketahui oleh orang banyak), tentulah sangat berbeda dengan Budi Darma yang bersikutat dengan persoalan psikis para tokoh novel-novelnya.
Memang, banyak segi arti muatan novel bagi para pengarangnya. Tergantung hasrat dan pesan apa yang ingin mereka sampaikan kepada khalayak pembaca. Demikian pula halnya Titis Basino, salah seorang sastrawan wanita Indonesia yang pada pertengahan Agustus 1997 lalu – menggulirkan sebuah novel terbarunya,Dari Lembah ke Coolibah di pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Jakarta. Paling tidak, ada berbagai sudut pandangnya sendiri mengenai pelbagai persoalan sosial, masalah hati dan perasaan yang bernama cinta. Sebab, siapakah yang tak pernah kesandung cinta? Seperti juga judulnya Dari Lembah ke Coolibah, Titis Basino pun bercerita mengenai cinta. Tersebutlah seorang wanita yang pergi menunaikan ibadah haji ke tanah suci, namun ‘akhirnya’ dia jatuh cinta kepada pembimbingnya sendiri. Dan peristiwa cinta itu terus berlanjut dan berkembang hingga kepulangan mereka ke tanah air. Sementara, sang pembimbing sudah beristri, tapi lagi-lagi kekuatan cinta – demikian setidaknya anggapan penulis – memang luar biasa. Tak pandang usia, waktu, dan tempat, terkadang memang bukan sesuatu yang normatif. Dan Titis memahami ihwal itu.

Lalu, di dalamnya tak cuma melulu kisah kasih, melainkan juga ada aspek sosial: bahwa cinta sama dengan korupsi, ‘penyakit’ ini ada di mana-mana, termasuk juga pada penyelenggaraan ibadah haji. Bahkan, sang pembimbing yang dikagumi sang tokoh si aku dalam novel ini berujar: “Saat ini kita sedang dilanda korup, ya korup yang sudah memborok di masyarakat kita sampai kita tidak merasa bahwa orang yang korupsi itu satu kesalahan dan malah satu dosa juga. Orang mulai lupa kalau dia manusia bebas, mereka menyembah-nyembah atasan seperti zaman dulu orang menyembah berhala ... .”

Memang, mencermati novel Dari Lembah ke Coolibah, secara gamblang kita memang bagaikan menyaksikan potret dunia perempuan yang ditulis oleh perempuan. Digarap secara sederhana – namun intens – dengan penuturan bahasa yang segar, kadang sedikit lugu, namun pada gilirannya kemudian menyuguhkan pada kita ihwal ‘persoalan manusiawi’ yang bisa melekat pada siapa saja, kapan saja, dan dalam peristiwa apa saja – termasuk juga pada saat menunaikan ibadah haji. Inilah aspek ‘pendekatan kontekstual’ dari novel terbaru Titis Basino ini. Untuk itulah, pada gilirannya novel ini jadi cukup menarik untuk dibaca sebab di dalamnya memang terdapat hal ihwal yang mudah dipahami oleh seorang awam sekali pun. Maka, sisi lain yang tersirat adalah: jika sebuah karya sastra tak ingin terasing di tengah masyarakat banyak, tampaknya memang harus ada yang berjejak dan ‘bunyi’ prihal pelbagai persoalan yang mereka pahami. Dan seorang Titis pun tampaknya berupaya untuk itu.

Sebagai penulis, Titis Basino memang bukan orang baru. Namun, seperti yang dia bilang, setelah 10 tahun absen di dunia kesusastraan, akhirnya dia muncul kembali dengan sebuah sumbangan novelnya, Dari Lembah ke Coolibah, seperti yang diakuinya merupakan hasil renungan yang panjang yang ingin dia ungkapkan dengan cara yang wajar dan jujur.

Lahir di Magelang, 17 Januari 1939, Titis Basino yang mantan pramugari, pada tahun 80-an dikenal sangat produktif menulis, baik cerpen maupun novel. Sarjana muda sastra UI ini pernah meraih hadiah hiburan majalah Sastra (1963), beberapa novelnya yang pernah terbit adalah Pelabuhan Hati (1978), Di Bumi Aku Bersuara di Langit Aku Bertemu (1983) dan Bukan Rumahku (1986). Dan kini, sosok dia pun ‘terbit’ kembali ke kancah tulis menulis. Walhasil di antara sedikit sastrawan wanita baik kualitas dan kuantitas banyak yang diharapkan dari seorang Titis Basino.
(Lazuardi Adi Sage)

Resume Legenda "Baturaden"

Resume Legenda "Baturaden"--Cerita rakyat dapat berupa cerita asal-usul, cerita binatang, cerita jenaka, dan cerita penglipur lara.
Cerita asal-usul (legenda) adalah sastra yang dipertautkan dengan keajaiban alam. Selain menerangkan asal-usul binatang atau tumbuhan, legenda juga menerangkan asal-usul sesuatu tempat.

Cerita rakyat yang berjudul Baturaden berikut ini merupakan salah satu contoh cerita asal-usul. Dalam cerita asal-usul, unsur latar cerita sangat ditonjolkan.

Baturaden
Cerita ini mengisahkan seorang pembantu (batur) di sebuah kadipaten. Pembantu itu bernama Suta. Tugas utama Suta adalah merawat kuda milik sang Adipati. Selesai mengerjakan tugasnya biasanya Suta berjalan-jalan di sekitar kadipaten. Maksudnya untuk lebih mengenal tempat kerja yang baru baginya Suatu sore ketika ia sedang berjalan-jalan di sekitar tempat pemandian, ia dikejutkan oleh jertian seorang wanita. Suta segera mencari arah jeritan tadi. Akhirnya ia tiba di dekat sebuah pohon besar. Dilihatnya putri adipati menjerit-jerit di bawah pohon itu. Di dekatnya, seekor ular raksasa menggelantung, mulutnya menganga siap menelan putri tersebut. Suta sendiri sebenarnya takut melihat ular sebesar itu. Namun ia sangat kasihan melihat sang putri yang pucat dan ketakutan. Timbul keberaniannya untuk membunuh ular tersebut. Diambilnya bambu yang cukup besar, dipukulnya kepala ular itu berkali-kali. Ular tadi menggeliat-geliat kesakitan, tak lama kemudian ular itu diam tak bergerak. Mati.
“Terima kasih, Kang Suta. Kamu telah menyelamatkan jiwaku.”
“Itu sudah menjadi tugas saya. Apalagi hamba ini abdi Sang Adipati, ayah Tuan Putri,” sahut Suta.

Kemudian Sang Putri dan Suta pergi meninggalkan tempat itu menuju kadipaten. Sejak kejadian itu Sang Putri semakin akrab dengan Suta. Bahkan keduanya punya rencana mengikat hubungan itu dalam suatu pernikahan. Rencana itu diketahui sang Adipati, maka marah sang Adipati.
“Dia hanya seorang batur! Kamu seorang raden, putri Adipati. Kamu tidak boleh menikah dengan batur itu!”

Sang Putri sangat sedih mendengar kata-kata ayahnya. Apalagi dia mendengar kabar bahwa Suta dimasukkan penjara bawah tanah. Kesalahannya karena berani melamar putri sang Adipati. Di dalam penjara ternyata Suta tidak diberi makan atau minum, bahkan ruang penjara itu digenangi air setinggi pinggang suta. Akibatnya Suta terserang penyakit demam. Mendengar kabar keadaan Suta yang semacam itu, Sang Putri bertekad membebaskan Suta.
“Emban, aku harus bisa membebaskan Kang Suta. Kasihan dia, dahulu dia telah menolong aku. Aku berutang nyawa kepadanya. Bantulah aku, Emban,” kata Putri pada pengasuhnya.

Emban itu mengetahui perasaan putri kepada Suta. Dia juga iba mendengar Suta yang mulai sakit di penjara. Maka, emban itu diam-diam menyelinap ke penjara bawah tanah. Dia membebaskan Suta dan membawa ke suatu tempat. Di situ Sang Putri telah menunggu dengan seekor kuda. Sang Putri pergi bersama Suta dengan menunggang kuda tersebut. Dalam perjalanan, keduanya menyamar sebagai orang desa, sehingga tidak dikenali orang lagi.

Setelah melakukan perjalan cukup jauh, sampailah keduanya di tepi sebuah sungai. Mereka beristirahat sejenak. Putri merawat Suta yang masih sakit. Berkat kesabaran dan perawatan Sang Putri, Suta akhirnya sembuh. Mereka kemudian menikah dan hidup menetap di tempat tersebut. Tempat itu kemudian disebut Baturaden. Batur artinya pembantu, raden artinya keturunan bangsawan. Baturaden sampai sekarang menjadi tempat wisata yang menarik. Terletak di kaki Gunung Slamet di daerah Purwokerto, Jawa Tengah.

Konfiks (Imbuhan Gabung) ke-an

Konfiks (Imbuhan Gabung) ke-an ---
Konfiks ke-an merupakan satu kesatuan unsur awalan dan akhiran yang melebur menyatu dalam bentuk, fungsi, dan makna. Konfiks kean merupakan konfiks yang sangat produktif dalam membentuk kata lain, terutama kata sifat dan kata kerja menjadi kata benda abstrak, misalnya kejelekan, ketakutan, dan kepergian.

A. Bentuk
Perhatikan contoh berikut!
- ke + akrab + an = keakraban
- ke + dalam + an = kedalaman
Dari contoh (1) dan (2) dapat disimpulkan bahwa konfiks ke-an tidak mengalami perubahan bentuk jika dilekatkan pada kata apapun.

B. Fungsi
Perhatikan contoh berikut:
- ke + raja + an = kerajaan
- ke + sakit + an = kesakitan
Contoh (1) kata yang dibentuk konfiks ke-an menjadi kata benda. Contoh (2) kata yang dibentuk menjadi kata kerja pasif intransitif. Jadi, fungsi konfiks ke-an ialah membentuk kata benda dan kata sifat yang menyatakan keadaan atau membentuk kata kerja pasif intransitif. Selain dilekatkan pada kata dasar, konfiks ke-an juga dilekatkan pada kata majemuk dan kata berimbuhan seperti: keanekaragaman, kebersamaan.

C. Makna
1. Menyatakan tempat atau daerah
Contoh: kecamatan, kedutaan, dan kesultanan
2. Menyatakan abstraksi
Contoh: keberhasilan, ketuhanan, kewajiban, keindahan
3. Menyatakan kena atau menderita sesuatu
Contoh: kehujanan, kepanasan, kesiangan, kekurangan
4. Menyatakan perbuatan tidak sengaja
Contoh: kelupaan, ketiduran, keguguran
5. Menyatakan terlalu
Contoh: kebesaran, ketinggian, kepahitan

Image: jurko.net

Sufiks (Akhiran) -an

Sufiks (Akhiran) -an---
A. Bentuk
Perhatikan contoh berikut:
- makan + an = makanan
- sayur + an = sayuran
Sufiks -an tidak mengalami perubahan.

B. Fungsi
Perhatikan contoh berikut!
Contoh 1:
- minum + an = minuman
- pakai + an = pakaian
Contoh 2:
- meter + an = meteran
- bulan + an = bulanan
Pada contoh (1) sufiks -an membentuk kata benda dari kata kerja. Contoh (2) sufiks -an membentuk kata benda dari kata benda.
Jadi Fungsi sufiks -an adalah membentuk kata benda, baik kata aslinya kata kerja maupun kata benda.

C. Makna
1. Menyatakan alat atau hasil
Contoh: timbangan, tulisan
2. Menyatakan sesuatu yang dikenai perbuatan
Contoh: makanan, pantangan, pakaian
3. Menyatakan keadaan yang berhubungan dengan bentuk dasarnya
Contoh: harian, asinan, manisan, lapangan
4. Menyatakan tempat
Contoh: pangkalan, tumpuan, kubangan, pegangan
5. Menyatakan akibat atau hasil perbuatan
Contoh: buatan, balasan, hukuman, karangan, tagihan
6. Menyatakan himpunan atau seluruh.
Contoh: lautan, daratan, sayuran, kotoran
7. Menyatakan tiap-tiap
Contoh: mingguan, bulanan, tahunan, harian, kiloan, kodian
8. Menyatakan menyerupai atau tiruan dari, terutama bila kata dasarnya berbentuk reduplikasi
Contoh: anak-anakan, kudakudaan, orang-orangan, mobil-mobilan
9. Menyatakan intensitas kualitatif dan intensitas kuantitatif
Contoh: besaran, tinggian, buahbuahan, sayur-sayuran

Image: jurko.net

Sufiks (Akhiran) -kan

Sufiks (Akhiran) -kan---
Sufiks ialah satu bentuk terikat atau satu morfem terikat (akhiran) yang membentuk satu fungsi dan makna.

A. Bentuk
Perhatikan contoh berikut:
- naik + kan = naikkan
- letak + kan = letakkan
Sufiks -kan tidak mengalami perubahan bentuk. Kata yang berakhir pada konsonan/k/ tetap mempertahankan konsonan tersebut.

B. Fungsi
Perhatikan contoh berikut:
- duduk + kan = dudukkan
- kecil + kan = kecilkan
- dewa + kan = dewakan
Jadi, sufiks -kan berfungsi membentuk kata kerja aktif transitif.

C. Makna
1. Menyatakan benefaktif atau melakukan sesuatu untuk orang lain
Contoh: membelikan, membuatkan, menuliskan
2. Menyatakan kausatif, yaitu membuat atau menyebabkan sesuatu menjadi
Contoh: menerbangkan, melemparkan, meyakinkan
3. Menyatakan sebagai alat atau membuat dengan
Contoh: menikamkan, memukulkan, bersenjatakan, berbekalkan

Image: jurko.net

Legenda "Roro Jonggrang dan Bandung Bandawasa"

Legenda "Roro Jonggrang dan Bandung Bandawasa"---
Bandung Bandawasa hendak menuntut balas ketika mengetahui bahwa ayahnya sebagai Raja Pengging ditaklukkan oleh Prabu Baka. Maka, berangkatlah pemuda sakti ini menuju kerajaan Baka di daerah Prambanan dekat Kalasan.

Dengan kesaktiannya ia mengacaukan pasukan Prabu Baka dan menguasai kerajaan itu. Bahkan, ia berhasil membunuh Prabu Baka dengan tangannya sendiri. Hal ini membuat sedih hati Roro Jonggrang, putri Prabu Baka. Dalam hati ia bertekad untuk membalaskan kematian ayahnya.

Saat melihat kecantikan Roro Jonggrang, tertariklah hati Bandung Bandawasa. “Jonggrang, kau gadis cantik, aku takut senjata akan melukai kulit dan wajahmu yang halus,” kata Bandung Bandawasa. “Maka, janganlah kita berperang karena kau tak mungkin bisa mengalahkanku.”

Dalam hati Roro Jonggrang mengakui bahwa ia tak mungkin bisa mengalahkan pemuda sakti ini. “Lalu apa keinginanmu?”
“Saat melihatmu aku sangat tertarik oleh kecantikanmu. Maka aku ingin membawamu ke Pengging untuk menjadi istriku,” jawab Bandung. “Tidak. Tidak bisa!” jawab Roro Jonggrang tegas.
“Sebagai pihak yang kalah dalam peperangan, tidak ada pilihan lain kecuali menuruti semua kehendak pihak yang memenangkan pertempuran, yaitu aku.”

Roro Jonggrang bukannya tidak mengerti tentang hal itu. Tetapi, bagaimanapun ia tidak mencintai pemuda ini karena dendam yang ada dalam hatinya. Maka, ia berpikir sejenak sebab tidak akan mungkin dirinya menghadapi Bandung Bandawasa dengan kekuatan otot dan kesaktian.

“Baiklah Bandung, aku tidak ada pilihan lain. Namun...”
“Namun..., namun apa Jonggrang?”
“Sebagaimana seorang putri yang akan dijadikan istri, aku akan meminta tanda pinangan,” jawab Roro Jonggrang.
“Oh Jonggrang, demi wanita secantik dirimu aku akan memberikan apa saja yang kau minta. Ayo Jonggrang apa yang kau minta?”
“Aku minta dibuatkan patung.”
“Ha... patung? Bukankah itu terlalu mudah untukku?”
“Jumlahnya seribu dan harus selesai dalam satu malam!” kata Jonggrang menuntut.

Sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta Bandung merasa tertantang sehingga ia pun menyanggupi. Senyum Jonggrang sang pujaan semakin membakar api asmara dalam dirinya. Terdorong oleh hal tersebut maka Bandung bersiap untuk mengerjakannya. Sementara itu, Roro Jonggrang yakin bahwa mustahil seorang mampu membuat seribu patung hanya dalam waktu semalam. Dengan ini niat Bandung meminang dirinya pun pasti gagal. Ia punya alasan untuk membuat Bandung pulang ke kerajaannya tanpa membawa dirinya sebagai istri. Ia juga yakin bahwa seorang satria apalagi anak seorang Raja tidak akan berbohong apalagi ingkar janji.

Ketika itu Bandung Bandawasa sedang bersemedi. Dengan kesaktiannya ia mampu menciptakan patung-patung yang diminta oleh Roro Jonggrang. Begitu cepat proses itu membuat Roro Jonggrang khawatir Bandung mampu membuat seribu patung seperti yang ia minta. Lalu ia mencari akal untuk menggagalkannya.

Kemudian ia mengumpulkan abdi lelaki dan perempuan. Yang perempuan disuruh menumbuk padi dengan lesung, sedangkan yang laki-laki diminta pergi ke timur dan membakar jerami agar muncul warna merah seperti warna fajar yang datang.

Mendengar suara orang menumbuk padi dengan lesung dan warna semburat merah di timur, ayam-ayam jantan pun berkokok. Mengetahui hal ini Bandung kaget karena menurut perhitungannya malam belum usai. Ia mempercepat pengerjaan patung-patung itu.

Kemudian Roro Jonggrang mendatangi Bandung Bandawasa dan mengatakan bahwa hari telah pagi dengan demikian batas waktu telah selesai.
“Jonggrang, lihat patung-patung indah ini sebagai tanda cinta dan kasihku padamu,” kata Bandung dengan bangga dan yakin.
Jonggrang mengakui memang patung-patung itu begitu indah, namun ia yakin akalnya berhasil mengelabui Bandung. “Kalau begitu mari kita hitung apakah sudah berjumlah seribu atau belum.”

Maka, mereka mulai menghitung jumlah patung-patung tersebut. Bandung yakin bahwa ia telah mampu menyelesaikan pengerjaan seribu patung tersebut. Ternyata setelah dihitung patung tersebut hanya berjumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan atau berjumlah kurang satu dari seribu.

“Jangankan hanya kurang satu, hampir seribu patung mampu aku buat, mengapa kau mempersoalkan itu Jonggrang? Setelah ini aku akan melengkapi kekurangan itu.”
“Saya tahu Bandung, tetapi bagaimanapun syarat itu tidak dapat kau penuhi.”
“Dari seribu hanya kurang satu Jonggrang.”
“Seribu kurang satu berarti tidak seribu.”
“Jadi kau tetap menolakku, Jonggrang? Sejak awal aku sudah curiga bahwa kau tentu akan berlaku tidak jujur. Mengapa malam demikian pendek? Jawablah Jonggrang, ayo jawab! Mengapa engkau diam? Kau cantik tapi hatimu keras dan kaku seperti batu. Dan sekarang pun kau terdiam seperti patung-patung itu. Jika demikian biarlah engkau menggenapi kekurangan itu.”

Dalam sekejap berubahlah Roro Jonggrang yang cantik menjadi patung batu. Sebagian masyarakat setempat percaya bahwa patung putri cantik yang berada di salah satu bagian Candi Prambanan adalah penjelmaan dari gadis cantik, yaitu Roro Jonggrang.

Diceritakan kembali oleh Y. S. Mayanto

Image: Google

Resume Legenda "Gunung Tangkuban Perahu"

Resume Legenda "Gunung Tangkuban Perahu"---
Cerita ini dimulai dari Sangkuriang yang pergi meninggalkan ibunya karena kepalanya dipukul dengan centong (alat penyendok nasi). Ia pergi ke arah timur dengan harapan tiada akan jumpa lagi dengan ibunya.

Dalam mengembara itu, Sangkuriang berguru kepada siapa saja yang dianggapnya sakti. Akhirnya, Sangkuriang menjadi seorang pemuda perkasa. Setelah lama berkelana tanpa disadarinya Sangkuriang telah sampai di tempat semula. Ia bertemu dengan seorang wanita muda cantik. Sangkuriang jatuh cinta dan ternyata wanita tersebut tidak bertepuk sebelah tangan.

Pada suatu hari, ketika mereka berdua sedang santai dengan tidak disengaja wanita tersebut (Dayang sumbi) melihat bekas luka di kepala. Ketika ditanya Sangkuriang menjawab bahwa itu bekas luka karena dipukul ibunya dengan centong. Dayang Sumbi menjadi yakin bahwa pemuda itu tiada lain adalah anak kandungnya sendiri. Dayang Sumbi berniat menolak Sangkuriang, tetapi tidak berani. Sebaliknya, menerima pun ia takut.

Untuk menolak secara halus Dayang Sumbi minta dibuatkan sebuah telaga lengkap dengan perahu dalam semalam. Sangkuriang mengerahkan para siluman membantunya. Menjelang fajar telaga dan perahunya hampir selesai. Dayang Sumbi takut. Ia menumbuk padi dan menyalakan banyak obor sehingga ayam jantan pada berkokok. Sangkuriang mengira fajar menyingsing dan Sangkuriang kesal. Perahu yang hampir jadi ditendang jatuh tengkurap serta menimbulkan gelombang besar. Telaga jebol. Perahu menjadi bukit yang oleh orang-orang sekitarnya diberi nama Gunung Tangkuban perahu.

Image: Google

Agar Kreatif, Guru Harus Kuasai Teknologi Pendidikan

Dalam diskusi pendidikan bertajuk 'Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Inovasi Teknologi Pendidikan', yang digelar di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Rabu (21/3), terungkap bahwa gagalnya pendidikan di daerah, khususnya prestasi dalam Ujian Nasional (UN), disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru terhadap teknologi pendidikan. Kondisi ini mengakibatkan metode pembelajaran yang monoton, tidak kreatif konvensional dan cenderung membut siswa ngantuk.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, KH Marsudi Suud, mengatakan inovasi teknologi pendidika, mutlak dikuasai para pendidik. Karena sangat memengaruhi kualitas pendidikan yang akan dihasilkan.

Gagalnya peningkatan mutu pendidikan di daerah, khususnya UN dikarenakan kurangnya pemahaman guru pada teknologi pendidikan. Akhirnya, melahirkan metode pembelajaran yg monoton, tidak kreatif konvensional, dan ngantuk. "Sementara dalam sejarah Rasul sebagai the living legend of education (legenda hidup pendidikan) banyak diajarkan tentang bagaimana menciptakan pembelajaran yang baik," ujar Suud.

Menurutnya, minimnya akses dan penguasaan teknologi pendidikan ini, telah menyebabkan hasil pendidikan di daerah ini tidak merata. "Indikasinya dapat dilihat dari hasil UN, di mana masih terjadi kesenjangan antara daerah yang akses teknologinya mudah dengan daerah di pelosok," lanjutnya.

Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Pusat Masduki Baidowi menambahkan, kondisi pendidikan seperti inilah yang membuatnya kurang sepakat jika UN menjadi penentu kelulusan. Alasannya, kualitas pendidikan yang belum merata.

Sumber: Republika

Contoh Resensi Buku | "Munir: Sebuah Kitab Melawan Lupa"


Contoh Resensi Buku | "Munir: Sebuah Kitab Melawan Lupa"---
Berikut ini disajikan sebuah resensi:

Bergerilya Melawan Lupa Bersama Munir
Judul Buku : Munir: Sebuah Kitab Melawan Lupa
Editor : Jaleswari Pramodhawardani dan Andi Windjajanto
Penerbit : Mizan, Bandung, Cetakan Pertama, Desember 2004
Tebal : iix + 545 halaman

Bangsa Indonesia sering dituduh sebagai bangsa pelupa. Lupa atas dosa-dosa masa lalu, kekerasan-kekerasan masa lalu, dan berbagai penyimpangan masa lalu. Melalui buku ini, pembaca diajak berjuang melawan lupa, karena seperti yang dikatakan oleh Milan Kundera, bahwa perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.

Salah satu anak bangsa yang tidak pernah jenuh mengingatkan kita semua agar tidak pelupa adalah (almarhum) Munir. Dengan sikap dan perjuangannya, Munir mencoba mempertahankan ingatan kita dan secara bersamaan juga melakukan perlawanan terhadap lupa. Orang asal kota Malang yang termasyhur itu bukanlah seorang pejabat tinggi atau ketua parpol dari negara ini. Ia hanyalah seorang berperawakan kecil lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Dengan latar belakang sarjana hukum, ia bergabung dengan lembaga bantuan hukum (LBH). Berawal dari LBH inilah, si kecil Munir yang diibaratkan oleh Haidar Bagir sebagai “David” melawan “Goliath” Soeharto dengan kuasa gelap militer yang menyesakkan serta menggetarkan sukma siapa saja (hlm. 79). Sejak saat itu, Munir terus melaksanakan rasa hormatnya terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam aksi yang jelas dan tegas.

Terlepas dari segala sumbangsih Munir terhadap penegakan HAM di Bumi Indonesia, faktanya Munir sekarang telah pergi meninggalkan kita semua. Sebagian kawan mempersoalkan, Munir yang usianya masih terlalu muda, belum genap sewindu, masih banyak yang bisa dilakukan olehnya. Ada pihak lain yang menggugat Munir yang “diambil” lebih dahulu. Singkatnya, jika hati diikuti, rasanya sebagian dari kita tidak ikhlas atas kepergian Munir. Namun, inilah rahasia Tuhan, Allah memang punya hak prerogatif untuk menentukan usia seseorang (hlm. 34).

Banyaknya orang kehilangan atas kepergian Munir, bukan hanya sahabat dekatnya, tetapi seluruh warga Indonesia yang mendamba keadilan. Tidak sekadar warga Indonesia, sekaligus para intelektual dunia yang concern terhadap pembelaan HAM. Rasa kehilangan serta kesedihan dari orang-orang yang pernah mengenal Munir secara langsung itulah yang dirangkum dalam buku ini. Seperti yang ditulis Yukio Mishima, “Apresiasi yang kita berikan pada kehidupan seharusnya berlaku sama pada kematian, karena kematian selalu membawa makna dan bukan hal yang sia-sia”.

Berbekal logika yang dimainkan oleh Yukio Mishima, Jaleswari Pramodhawardani dan Andi Windjajanto, editor buku ini, mencoba mengais tulisan yang mengungkap Munir dari berbagai sumber, mulai dari majalah, koran, website, makalah seminar, hingga meminta langsung kepada kawan-kawan Munir. Jerih payah kedua editor ternyata tidak sia-sia. Tepat pada seratus hari memperingati kematian Munir, sebuah buku yang mungkin bisa menjadi saksi bagi sepak terjang dan perjuangan Cak Munir berhasil diterbitkan.

Sebagaimana obituarium, menulis bukan tentang kematian seseorang sering membuat kita enggan menuliskan keburukan sebagai lawan kebaikan, walau dengan alasan keutuhan atau objektivitas. Dengan kata lain, bisa dikatakan, para penulis dalam menghadirkan sosok Munir melalui buku ini sering tergoda untuk membalut, memoles, serta mengemas kenangan sehingga tampak lebih memukau dengan berbagai cara dan teknik pencitraan. Namun, karena ditulis oleh mereka dari berbagai macam disiplin keilmuan, pembaca akan diajak bertamasya spiritual karena memuat banyak pengalaman batin dan hidup manusia. Lebih menarik lagi, tulisan dalam buku ini dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, mengungkapkan perjum-paan dan pengalaman kawan mau-pun lawan ideologi almarhum yang dituangkan dalam tulisan bergaya feature. Bagian k-dua berisi sumbangan tulisan yang bersifat filosofis maupun teoritis.

Munir bukanlah pribadi yang sempurna meski di mana-mana di-sanjung sebagai pejuang kemanusiaan. Namun, ada juga kalangan yang mengatakan, Munir tidak mempunyai cinta pada negara, semangat nasionalismenya telah hilang. Menanggapi hujatan tersebut, Munir balik mengatakan, yang tidak memiliki semangat nasionalisme adalah para pejabat yang korup dan gemar menindas rakyat, wartawan yang mau menerima suap untuk menutupi kebusukan negara, serta petinggi militer yang menyunat jatah makan prajuritnya (hlm. 3). Pendeknya, Cak Munir menolak bila disebut tak memiliki semangat nasionalisme.

Membaca nasionalisme versi Cak Munir, kenangan kita terbawa pada cerita Ramayana, khususnya tentang Kumbokarno vs Wibisono Syahdan, ksatria Kumbokarno berperang melawan paduka Rama, Kumbokarno tetap loyal pada negara meski Prabu Dasamuka melakukan tindakan tercela (right or wrong is my country).

Berbeda dengan Wibisono yang berani mengatakan kebenaran kepada Prabu Dasamuka dengan segala akibatnya. Bagi Wibisono, nasionalisme haruslah diabadikan pada kemanusian bukan kepada negara semata. Dari cerita ini, setidaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa Cak Munir berprinsip ala Wibisono.

Biarpun tak luput dari kekurangan, seperti sedikit kesalahan cetak yang bisa mengganggu kenikmatan membaca, buku ini bisa dijadikan cermin bagi kita semua. Itulah kaca yang menunjukkan betapa bopeng wajah kita. Semoga pikiran, sikap, serta kesederhanaan Munir yang dituangkan dalam buku ini mampu mengubah kita menjadi lebih beradab. (Achyani Arifin)

Sumber: Kompas
Foto: Google

Menulis Resensi Nonsastra

Kamu tentu sudah pernah membuat sebuah ringkasan, baik itu ringkasan artikel atau ringkasan buku.
Resensi berasal dari kata resensie (bahasa Belanda). Kata resensie berasal dari kata recensere (bahasa Latin), yang memiliki arti memberi penilaian. Resensi dapat pula berasal dari kata review (bahasa Inggris), yang memiliki arti lebih luas, yaitu mengupas isi buku, seni lukis, pertunjukan, musik, film, drama, dan sebagainya.
Tahukah kamu bahwa dengan membuat ringkasan, kamu sudah mengawali membuat sebuah resensi.

Resensi dibuat oleh seorang resensator. Resensi dibuat untuk memberi penilaian atas suatu buku, film, atau karya seni yang lain untuk memberitahu orang lain apakah hal yang diresensi tersebut layak atau tidak untuk dibaca, ditonton, atau didengar, dll.
Resensi bersifat informatif, tidak berisi suatu kritikan yang mendalam atau penilaian tentang bermutu atau tidaknya suatu karya cipta tertentu. Meskipun bersifat informatif resensi juga bukan iklan tentang buku baru.

Unsur-unsur yang harus dimuat dan harus Anda perhatikan dalam resensi:
  1. Judul resensi, bisa menggambarkan keseluruhan isi buku.
  2. Data buku atau identitas buku terdiri atas: judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan, dan jumlah halaman.
  3. Pendahuluan, dapat berisi perbandingan dengan karya-karya sebelumnya, perbandingan dengan buku yang berisi masalah sejenis, biografi pengarang, dan hal yang berhubungan dengan tema atau berhubungan dengan isi.
  4. Sinopsis atau ringkasan isi buku; untuk mengetahui secara singkat tentang isi buku yang diresensi. Bisa juga dikutip bagian-bagian penting yang dianggap menarik.
  5. Ulasan singkat terhadap buku yang diresensi, kekurangan dan kelebihannya, dapat dilihat dari segi: fisik buku, misal penggunaan kertas, penjilidan, pengetikan;isi buku; penggunaan bahasa; dll.
  6. Manfaat dan sasaran pembaca buku.

Image: jurko.net

Parafrasa Puisi "Negeriku" karya K.H.A.Mustofa Bisri


Parafrasa Puisi "Negeriku" karya K.H.A.Mustofa Bisri---
Parafrasa dapat diartikan sebagai penguraian kembali suatu karangan (puisi) dalam bentuk lain, dengan maksud untuk menjelaskan makna yang tersembunyi.
Tujuan pembuatan parafrasa adalah untuk menyederhanakan pemakaian bahasa seorang pengarang, sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami makna yang terdapat dalam satu teks (puisi). Pembuatan parafrasa akan mempertajam, memperluas, dan melengkapi pemahaman makna yang diperoleh si pembuat parafrasa sendiri.

Parafrasa puisi biasanya mengarah pada bentuk prosa dan menjurus pada makna denotatif. Perhatikan contoh parafrasa puisi berikut ini!

Negeriku
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan
jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya di dunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
……………………………………
K.H.A. Mustofa Bisri, 1995

Hasil parafrasa-nya:

Negeriku
(di)mana ada negeri/ (yang) sesubur negeriku?
Sawahnya (yang luas)/ tak hanya menumbuhkan
padi, tebu, dan jagung/
tapi (sekarang) juga (berdiri) pabrik/, tempat
rekreasi, dan gedung/ (yang merupakan)/
perabot-perabot (untuk) orang kaya di dunia/
dan burung-burung indah piaraan mereka/
(juga) berasal dari hutanku/
ikan-ikan pilihan yang (telah) mereka santap/
bermula dari lautku (yang luas)/
emas dan perhiasan (yang) mereka (pakai)/
(juga) digali dari tambang (di tanah)ku/
air bersih yang mereka minum (pun)/
(ternyata) bersumber dari keringatku/
.........................................

Kedua bait puisi di atas berisi pujian, tapi juga sekaligus merupakan caci maki atas keadaan negeri si aku. Pada awalnya penyair melukiskan sawah-sawah yang subur, tapi ternyata di sana sudah berubah fungsi, bukan untuk menanam padi, tebu, jagung, namun sudah dijadikan lahan untuk membangun gedung, pabrik, tempat rekreasi untuk orang kaya. Burung, ikan, emas, dan perhiasan pun diambil dari negeri si aku. Bahkan air bersih yang mereka minum pun dari hasil keringat si aku.

Image: jurko.net

Ketentuan Menulis Kutipan


Ketentuan Menulis Kutipan---
Untuk memperkuat pendapat dalam karya ilmiah, sering kita mengutip pendapat para ahli yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya. Namun, perlu diingat bahwa jangan sampai terjadi karangan kita terdiri dari kutipan-kutipan. Garis besar kerangka karangan dan kesimpulan hendaknya merupakan pendapat penulis, dan kutipan hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapat. Untuk itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis yang telah menggunakan kutipan itu sebagai penunjang adalah dengan mencantumkan sumber kutipan. Ketentuan penulisan kutipan meliputi tiga hal.

A. Kutipan langsung tidak lebih dari empat baris
Kutipan ini akan dimasukkan dalam teks dengan cara berikut:
(1) kutipan diintegrasikan dengan teks;
(2) jarak antara baris dengan baris dua spasi;
(3) kutipan diapit dengan tanda kutip;
(4) sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukkan setengah spasi ke atas atau dalam kurung ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Contoh:
Supaya tulisan kita mudah dipahami orang lain, maka kita hendaknya membuat kalimat yang efektif. Yang dimaksud dengan kalimat efektif itu yang bagaimana? “Kalimat efektif adalah kalimat yang dengan sadar atau sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik” (Parera,1988:42). Dengan demikian…..

B. Kutipan langsung lebih dari empat baris
Kutipan yang lebih dari empat baris ketentuan penulisannya sebagai berikut:
(1) kutipan dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;
(2) jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
(3) kutipan boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip;
(4) sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu;
(5) seluruh kutipan dimasukkan ke dalam 5 – 7 ketikan.
Contoh:
.......................................................................
“Anda tidak bisa menang dalam sebuah debat. Anda tidak bisa, karena kalau Anda kalah, Anda akan kalah; dan kalau Anda menang, Anda kalah juga. Mengapa? Nah, misalkan Anda menang atas pihak lawan dan mampu menembak argumennya sehingga penuh lubang, lalu membuktikan bahwa dia noncomposmentis. Lalu bagaimana? Ya, Anda akan merasa senang. Tapi bagaimana dengan dia? Anda telah membuatnya merasa rendah diri”
(Carnegie; 1996:181).
..........................................................................

C. Kutipan tidak langsung
Kutipan tidak langsung berupa intisari pendapat yang dikemukakan. Oleh sebab itu, kutipan ini tidak diberi tanda kutip.
Syarat penulisan kutipan tidak langsung adalah:
(1) kutipan diintegrasikan dengan teks;
(2) jarak antarbaris dua spasi;
(3) kutipan tidak diapit tanda kutip;
(4) sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama pengarang, tahun terbit, nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Contoh:
Menurut Gorys Keraf, kalimat yang baik adalah yang menunjukkan kesatuan gagasan, atau hanya mengandung satu ide pokok. Bila ada dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan digabungkan, maka akan merusak kesatuan pikiran (1994 :36).

Image: jurko.net

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...