Artikel Terbaru: |
loading...
Legenda "Roro Jonggrang dan Bandung Bandawasa"---
Bandung Bandawasa hendak menuntut balas ketika mengetahui bahwa ayahnya sebagai Raja Pengging ditaklukkan oleh Prabu Baka. Maka, berangkatlah pemuda sakti ini menuju kerajaan Baka di daerah Prambanan dekat Kalasan.
Dengan kesaktiannya ia mengacaukan pasukan Prabu Baka dan menguasai kerajaan itu. Bahkan, ia berhasil membunuh Prabu Baka dengan tangannya sendiri. Hal ini membuat sedih hati Roro Jonggrang, putri Prabu Baka. Dalam hati ia bertekad untuk membalaskan kematian ayahnya.
Saat melihat kecantikan Roro Jonggrang, tertariklah hati Bandung Bandawasa. “Jonggrang, kau gadis cantik, aku takut senjata akan melukai kulit dan wajahmu yang halus,” kata Bandung Bandawasa. “Maka, janganlah kita berperang karena kau tak mungkin bisa mengalahkanku.”
Dalam hati Roro Jonggrang mengakui bahwa ia tak mungkin bisa mengalahkan pemuda sakti ini. “Lalu apa keinginanmu?”
“Saat melihatmu aku sangat tertarik oleh kecantikanmu. Maka aku ingin membawamu ke Pengging untuk menjadi istriku,” jawab Bandung. “Tidak. Tidak bisa!” jawab Roro Jonggrang tegas.
“Sebagai pihak yang kalah dalam peperangan, tidak ada pilihan lain kecuali menuruti semua kehendak pihak yang memenangkan pertempuran, yaitu aku.”
Roro Jonggrang bukannya tidak mengerti tentang hal itu. Tetapi, bagaimanapun ia tidak mencintai pemuda ini karena dendam yang ada dalam hatinya. Maka, ia berpikir sejenak sebab tidak akan mungkin dirinya menghadapi Bandung Bandawasa dengan kekuatan otot dan kesaktian.
“Baiklah Bandung, aku tidak ada pilihan lain. Namun...”
“Namun..., namun apa Jonggrang?”
“Sebagaimana seorang putri yang akan dijadikan istri, aku akan meminta tanda pinangan,” jawab Roro Jonggrang.
“Oh Jonggrang, demi wanita secantik dirimu aku akan memberikan apa saja yang kau minta. Ayo Jonggrang apa yang kau minta?”
“Aku minta dibuatkan patung.”
“Ha... patung? Bukankah itu terlalu mudah untukku?”
“Jumlahnya seribu dan harus selesai dalam satu malam!” kata Jonggrang menuntut.
Sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta Bandung merasa tertantang sehingga ia pun menyanggupi. Senyum Jonggrang sang pujaan semakin membakar api asmara dalam dirinya. Terdorong oleh hal tersebut maka Bandung bersiap untuk mengerjakannya. Sementara itu, Roro Jonggrang yakin bahwa mustahil seorang mampu membuat seribu patung hanya dalam waktu semalam. Dengan ini niat Bandung meminang dirinya pun pasti gagal. Ia punya alasan untuk membuat Bandung pulang ke kerajaannya tanpa membawa dirinya sebagai istri. Ia juga yakin bahwa seorang satria apalagi anak seorang Raja tidak akan berbohong apalagi ingkar janji.
Ketika itu Bandung Bandawasa sedang bersemedi. Dengan kesaktiannya ia mampu menciptakan patung-patung yang diminta oleh Roro Jonggrang. Begitu cepat proses itu membuat Roro Jonggrang khawatir Bandung mampu membuat seribu patung seperti yang ia minta. Lalu ia mencari akal untuk menggagalkannya.
Kemudian ia mengumpulkan abdi lelaki dan perempuan. Yang perempuan disuruh menumbuk padi dengan lesung, sedangkan yang laki-laki diminta pergi ke timur dan membakar jerami agar muncul warna merah seperti warna fajar yang datang.
Mendengar suara orang menumbuk padi dengan lesung dan warna semburat merah di timur, ayam-ayam jantan pun berkokok. Mengetahui hal ini Bandung kaget karena menurut perhitungannya malam belum usai. Ia mempercepat pengerjaan patung-patung itu.
Kemudian Roro Jonggrang mendatangi Bandung Bandawasa dan mengatakan bahwa hari telah pagi dengan demikian batas waktu telah selesai.
“Jonggrang, lihat patung-patung indah ini sebagai tanda cinta dan kasihku padamu,” kata Bandung dengan bangga dan yakin.
Jonggrang mengakui memang patung-patung itu begitu indah, namun ia yakin akalnya berhasil mengelabui Bandung. “Kalau begitu mari kita hitung apakah sudah berjumlah seribu atau belum.”
Maka, mereka mulai menghitung jumlah patung-patung tersebut. Bandung yakin bahwa ia telah mampu menyelesaikan pengerjaan seribu patung tersebut. Ternyata setelah dihitung patung tersebut hanya berjumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan atau berjumlah kurang satu dari seribu.
“Jangankan hanya kurang satu, hampir seribu patung mampu aku buat, mengapa kau mempersoalkan itu Jonggrang? Setelah ini aku akan melengkapi kekurangan itu.”
“Saya tahu Bandung, tetapi bagaimanapun syarat itu tidak dapat kau penuhi.”
“Dari seribu hanya kurang satu Jonggrang.”
“Seribu kurang satu berarti tidak seribu.”
“Jadi kau tetap menolakku, Jonggrang? Sejak awal aku sudah curiga bahwa kau tentu akan berlaku tidak jujur. Mengapa malam demikian pendek? Jawablah Jonggrang, ayo jawab! Mengapa engkau diam? Kau cantik tapi hatimu keras dan kaku seperti batu. Dan sekarang pun kau terdiam seperti patung-patung itu. Jika demikian biarlah engkau menggenapi kekurangan itu.”
Dalam sekejap berubahlah Roro Jonggrang yang cantik menjadi patung batu. Sebagian masyarakat setempat percaya bahwa patung putri cantik yang berada di salah satu bagian Candi Prambanan adalah penjelmaan dari gadis cantik, yaitu Roro Jonggrang.
Diceritakan kembali oleh Y. S. Mayanto
Image: Google
Bandung Bandawasa hendak menuntut balas ketika mengetahui bahwa ayahnya sebagai Raja Pengging ditaklukkan oleh Prabu Baka. Maka, berangkatlah pemuda sakti ini menuju kerajaan Baka di daerah Prambanan dekat Kalasan.
Dengan kesaktiannya ia mengacaukan pasukan Prabu Baka dan menguasai kerajaan itu. Bahkan, ia berhasil membunuh Prabu Baka dengan tangannya sendiri. Hal ini membuat sedih hati Roro Jonggrang, putri Prabu Baka. Dalam hati ia bertekad untuk membalaskan kematian ayahnya.
Saat melihat kecantikan Roro Jonggrang, tertariklah hati Bandung Bandawasa. “Jonggrang, kau gadis cantik, aku takut senjata akan melukai kulit dan wajahmu yang halus,” kata Bandung Bandawasa. “Maka, janganlah kita berperang karena kau tak mungkin bisa mengalahkanku.”
Dalam hati Roro Jonggrang mengakui bahwa ia tak mungkin bisa mengalahkan pemuda sakti ini. “Lalu apa keinginanmu?”
“Saat melihatmu aku sangat tertarik oleh kecantikanmu. Maka aku ingin membawamu ke Pengging untuk menjadi istriku,” jawab Bandung. “Tidak. Tidak bisa!” jawab Roro Jonggrang tegas.
“Sebagai pihak yang kalah dalam peperangan, tidak ada pilihan lain kecuali menuruti semua kehendak pihak yang memenangkan pertempuran, yaitu aku.”
Roro Jonggrang bukannya tidak mengerti tentang hal itu. Tetapi, bagaimanapun ia tidak mencintai pemuda ini karena dendam yang ada dalam hatinya. Maka, ia berpikir sejenak sebab tidak akan mungkin dirinya menghadapi Bandung Bandawasa dengan kekuatan otot dan kesaktian.
“Baiklah Bandung, aku tidak ada pilihan lain. Namun...”
“Namun..., namun apa Jonggrang?”
“Sebagaimana seorang putri yang akan dijadikan istri, aku akan meminta tanda pinangan,” jawab Roro Jonggrang.
“Oh Jonggrang, demi wanita secantik dirimu aku akan memberikan apa saja yang kau minta. Ayo Jonggrang apa yang kau minta?”
“Aku minta dibuatkan patung.”
“Ha... patung? Bukankah itu terlalu mudah untukku?”
“Jumlahnya seribu dan harus selesai dalam satu malam!” kata Jonggrang menuntut.
Sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta Bandung merasa tertantang sehingga ia pun menyanggupi. Senyum Jonggrang sang pujaan semakin membakar api asmara dalam dirinya. Terdorong oleh hal tersebut maka Bandung bersiap untuk mengerjakannya. Sementara itu, Roro Jonggrang yakin bahwa mustahil seorang mampu membuat seribu patung hanya dalam waktu semalam. Dengan ini niat Bandung meminang dirinya pun pasti gagal. Ia punya alasan untuk membuat Bandung pulang ke kerajaannya tanpa membawa dirinya sebagai istri. Ia juga yakin bahwa seorang satria apalagi anak seorang Raja tidak akan berbohong apalagi ingkar janji.
Ketika itu Bandung Bandawasa sedang bersemedi. Dengan kesaktiannya ia mampu menciptakan patung-patung yang diminta oleh Roro Jonggrang. Begitu cepat proses itu membuat Roro Jonggrang khawatir Bandung mampu membuat seribu patung seperti yang ia minta. Lalu ia mencari akal untuk menggagalkannya.
Kemudian ia mengumpulkan abdi lelaki dan perempuan. Yang perempuan disuruh menumbuk padi dengan lesung, sedangkan yang laki-laki diminta pergi ke timur dan membakar jerami agar muncul warna merah seperti warna fajar yang datang.
Mendengar suara orang menumbuk padi dengan lesung dan warna semburat merah di timur, ayam-ayam jantan pun berkokok. Mengetahui hal ini Bandung kaget karena menurut perhitungannya malam belum usai. Ia mempercepat pengerjaan patung-patung itu.
Kemudian Roro Jonggrang mendatangi Bandung Bandawasa dan mengatakan bahwa hari telah pagi dengan demikian batas waktu telah selesai.
“Jonggrang, lihat patung-patung indah ini sebagai tanda cinta dan kasihku padamu,” kata Bandung dengan bangga dan yakin.
Jonggrang mengakui memang patung-patung itu begitu indah, namun ia yakin akalnya berhasil mengelabui Bandung. “Kalau begitu mari kita hitung apakah sudah berjumlah seribu atau belum.”
Maka, mereka mulai menghitung jumlah patung-patung tersebut. Bandung yakin bahwa ia telah mampu menyelesaikan pengerjaan seribu patung tersebut. Ternyata setelah dihitung patung tersebut hanya berjumlah sembilan ratus sembilan puluh sembilan atau berjumlah kurang satu dari seribu.
“Jangankan hanya kurang satu, hampir seribu patung mampu aku buat, mengapa kau mempersoalkan itu Jonggrang? Setelah ini aku akan melengkapi kekurangan itu.”
“Saya tahu Bandung, tetapi bagaimanapun syarat itu tidak dapat kau penuhi.”
“Dari seribu hanya kurang satu Jonggrang.”
“Seribu kurang satu berarti tidak seribu.”
“Jadi kau tetap menolakku, Jonggrang? Sejak awal aku sudah curiga bahwa kau tentu akan berlaku tidak jujur. Mengapa malam demikian pendek? Jawablah Jonggrang, ayo jawab! Mengapa engkau diam? Kau cantik tapi hatimu keras dan kaku seperti batu. Dan sekarang pun kau terdiam seperti patung-patung itu. Jika demikian biarlah engkau menggenapi kekurangan itu.”
Dalam sekejap berubahlah Roro Jonggrang yang cantik menjadi patung batu. Sebagian masyarakat setempat percaya bahwa patung putri cantik yang berada di salah satu bagian Candi Prambanan adalah penjelmaan dari gadis cantik, yaitu Roro Jonggrang.
Diceritakan kembali oleh Y. S. Mayanto
Image: Google