Artikel Terbaru: |
loading...
Suatu kata atau kalimat memang bisa memiliki makna apa saja. Suatu kata/ kalimat bisa memiliki nilai rasa biasa-biasa saja, bisa pula memiliki nilai rasa 'tajam'. Menafsirkan suatu kata/ kalimat bisa pula dipengaruhi latar sosial (sosiolinguistik) bisa pula dipengaruhi latar psikologi (psikolinguistik) pemakainya.
Akhir-akhir ini kita disuguhkan berita mengenai SMS Hary Tanoe yang dinilai bernada ancaman. Saat rapat Komisi III, Prasetyo tiba-tiba menyinggung mengenai kasus Mobile-8. Ia mengaku mendapat SMS kaleng dari orang yang mengaku Hary Tanoe. Nama Hary disebut-sebut karena dalam kasus Mobile-8 muncul, bos MNC Grup itu menjadi pemilik saham mayoritas Mobile-8.
"(SMS yang dibacakan) 'kita buktikan siapa yang salah dan benar. Siapa yang preman. Kekuasaan nggak akan langgeng. Catat saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Indonesia akan dibersihkan.' Mengakunya dari Hary Tanoe. Ini ancaman bukan ya? Masalah Mobile-8," kata Prasetyo saat raker di Gedung DPR, Rabu (20/1/2016).
Akui Kirim SMS
Tim kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo (HT) membenarkan bahwa yang mengirim SMS ke Jaksa Yulianto adalah HT sendiri. Namun, pihaknya membantah bahwa SMS tersebut berbentuk ancaman.
"Pesan singkat itu benar berasal dari HT," kata kuasa hukum HT Hotman Paris Hutapea di Kantor MNC Financial Center, Jl Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
"Sms itu bukan ancaman. Kata-kata dalam pesan singkat yang dikirimkan HT itu diucapkan juga oleh ribuan politisi lain, itu artinya politisi bisa dipenjara karena setiap kampanye melakukan itu," lanjutnya.
Hotman lantas meminta Direktur Pemberitaan MNC Group Arya Sinulingga untuk membacakan SMS yang dikirim HT kepada Jaksa Yulianto. Berikut isi SMS tersebut seperti dibacakan Arya saat jumpa pers.
HT dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Jaksa Yulianto terkait SMS yang diduga bernada ancaman tersebut. Yulianto melapor ke Mabes Polri pada 28 Januari 2016 lalu. Nama HT tertulis sebagai terlapor dalam laporan tersebut (Sumber: Detik).
Menurut Pakar Hukum
Menurut pakar hukum Profesor Romli Atmasasmita isi pesan itu tidak masuk dalam kategori ancaman kepada pihak lain.
"Sekarang begini, dari SMS itu ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, tidak ada kata-kata yang bernada mengancam, itu semua hanya mengingatkan. Kedua, yang SMS pun tak memiliki kekuatan untuk mengancam karena ini hanyalah sebuah SMS," papar Romli saat berbincang dengan Okezone melalui sambungan telefon, Jumat, (29/1/2016).
"Jadi saya kira penegak hukum pun pasti mengerti kalau SMS itu bukan untuk mengancam, jadi menggembor-gemborkannya ke banyak pihak termasuk Bareskrim saya pikir sia-sia, malah menambah gaduh," lanjut Romli.
Romli pun mengingatkan kepada kubu Prasetyo untuk tidak terlalu mengumbar permasalahan SMS tersebut, karena harusnya permasalahan ini selesai di tingkat internal. "Harusnya, dikonfirmasi dulu, dari mana SMS itu, mengapa SMS itu dipersoalkan, bagaimana penyelesaiannya, bukan malah menambah masalah dengan mengumbar SMS itu kemana-mana," jelas Romli (Sumber: Okezone).
Menurut Pakar Bahasa
Menurut ahli bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaaan, Sriyanto, isi pesan singkat (SMS) itu tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah ancaman. Apalagi bila SMS tersebut dikaitkan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
"Jika SMS tersebut dikaitkan dengan Pasal 29 UU ITE, isi SMS tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai ancaman," kata Sriyanto, kepada Okezone, Jumat (5/2/2016).
Adapun alasannya, kata Sriyanto, Pasal 29 mensyaratkan ancaman itu ditujukan secara pribadi. Sedangkan isi SMS tersebut ancamannya tidak ditujukan secara pribadi, tetapi ditujukan untuk kelompok, yaitu oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena.
"Pilihan kata oknum-oknum itu menunjukkan tujuan umum, bukan pribadi," katanya.
Mengenai penggunaan kata 'Anda' dalam SMS tersebut, menurut Sriyanto, konteksnya terkait jabatan yang tidak langgeng. "Penggunaan kata 'Anda', berdasarkan konteksnya, terkait dengan jabatan yang tidak langgeng, bukan pemberantasan oknum-oknum," ujarnya (Sumber: Okezone).
Bagaimana simpulannya? Terlepas dari apakah berita tersebut mengutip dari media online milik Hary Tanoe, kita memang bisa menafsirkannya sebagai ancaman atau bukan. Bagi Yulianto, orang yang menerima SMS, wajar jika menganggap sebagai ancaman. Menafsirkannya sebagai ancaman juga dapat ditelusuri apakah keduanya pernah terkait kasus yang membuat keduanya saling 'berhadapan'. Bagi Hary Tanoe itu bukanlah ancaman namun sebagai bentuk kegelisahan atas dunia hukum, sah-sah saja. Memang, penafsiran suatu kata/ kalimat dapat dipengaruhi oleh aspek lain secara sadar atau tidak.
Menurut kalian bagaimana?
Akhir-akhir ini kita disuguhkan berita mengenai SMS Hary Tanoe yang dinilai bernada ancaman. Saat rapat Komisi III, Prasetyo tiba-tiba menyinggung mengenai kasus Mobile-8. Ia mengaku mendapat SMS kaleng dari orang yang mengaku Hary Tanoe. Nama Hary disebut-sebut karena dalam kasus Mobile-8 muncul, bos MNC Grup itu menjadi pemilik saham mayoritas Mobile-8.
"(SMS yang dibacakan) 'kita buktikan siapa yang salah dan benar. Siapa yang preman. Kekuasaan nggak akan langgeng. Catat saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Indonesia akan dibersihkan.' Mengakunya dari Hary Tanoe. Ini ancaman bukan ya? Masalah Mobile-8," kata Prasetyo saat raker di Gedung DPR, Rabu (20/1/2016).
Akui Kirim SMS
Tim kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo (HT) membenarkan bahwa yang mengirim SMS ke Jaksa Yulianto adalah HT sendiri. Namun, pihaknya membantah bahwa SMS tersebut berbentuk ancaman.
"Pesan singkat itu benar berasal dari HT," kata kuasa hukum HT Hotman Paris Hutapea di Kantor MNC Financial Center, Jl Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/2/2016).
"Sms itu bukan ancaman. Kata-kata dalam pesan singkat yang dikirimkan HT itu diucapkan juga oleh ribuan politisi lain, itu artinya politisi bisa dipenjara karena setiap kampanye melakukan itu," lanjutnya.
Hotman lantas meminta Direktur Pemberitaan MNC Group Arya Sinulingga untuk membacakan SMS yang dikirim HT kepada Jaksa Yulianto. Berikut isi SMS tersebut seperti dibacakan Arya saat jumpa pers.
Mas Yulianto kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasan tak akan langgeng, saya masuk politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya, termasuk penegakan hukum yang profesional, tidak transaksional, tidak bertindak semena mena demi popularitas, dan abuse of power. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini, di situlah saatnya Indonesia akan berubah dan dibersihkan dari hal hal yang tidak sebagaimana mestinya. Kasihan rakyat yang miskin makin banyak sedangkan yang lain berkembang dan makin maju.
HT dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Jaksa Yulianto terkait SMS yang diduga bernada ancaman tersebut. Yulianto melapor ke Mabes Polri pada 28 Januari 2016 lalu. Nama HT tertulis sebagai terlapor dalam laporan tersebut (Sumber: Detik).
Menurut Pakar Hukum
Menurut pakar hukum Profesor Romli Atmasasmita isi pesan itu tidak masuk dalam kategori ancaman kepada pihak lain.
"Sekarang begini, dari SMS itu ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, tidak ada kata-kata yang bernada mengancam, itu semua hanya mengingatkan. Kedua, yang SMS pun tak memiliki kekuatan untuk mengancam karena ini hanyalah sebuah SMS," papar Romli saat berbincang dengan Okezone melalui sambungan telefon, Jumat, (29/1/2016).
"Jadi saya kira penegak hukum pun pasti mengerti kalau SMS itu bukan untuk mengancam, jadi menggembor-gemborkannya ke banyak pihak termasuk Bareskrim saya pikir sia-sia, malah menambah gaduh," lanjut Romli.
Romli pun mengingatkan kepada kubu Prasetyo untuk tidak terlalu mengumbar permasalahan SMS tersebut, karena harusnya permasalahan ini selesai di tingkat internal. "Harusnya, dikonfirmasi dulu, dari mana SMS itu, mengapa SMS itu dipersoalkan, bagaimana penyelesaiannya, bukan malah menambah masalah dengan mengumbar SMS itu kemana-mana," jelas Romli (Sumber: Okezone).
Menurut Pakar Bahasa
Menurut ahli bahasa dari Badan Pengembangan dan Pembinaaan, Sriyanto, isi pesan singkat (SMS) itu tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah ancaman. Apalagi bila SMS tersebut dikaitkan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
"Jika SMS tersebut dikaitkan dengan Pasal 29 UU ITE, isi SMS tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai ancaman," kata Sriyanto, kepada Okezone, Jumat (5/2/2016).
Adapun alasannya, kata Sriyanto, Pasal 29 mensyaratkan ancaman itu ditujukan secara pribadi. Sedangkan isi SMS tersebut ancamannya tidak ditujukan secara pribadi, tetapi ditujukan untuk kelompok, yaitu oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena.
"Pilihan kata oknum-oknum itu menunjukkan tujuan umum, bukan pribadi," katanya.
Mengenai penggunaan kata 'Anda' dalam SMS tersebut, menurut Sriyanto, konteksnya terkait jabatan yang tidak langgeng. "Penggunaan kata 'Anda', berdasarkan konteksnya, terkait dengan jabatan yang tidak langgeng, bukan pemberantasan oknum-oknum," ujarnya (Sumber: Okezone).
Bagaimana simpulannya? Terlepas dari apakah berita tersebut mengutip dari media online milik Hary Tanoe, kita memang bisa menafsirkannya sebagai ancaman atau bukan. Bagi Yulianto, orang yang menerima SMS, wajar jika menganggap sebagai ancaman. Menafsirkannya sebagai ancaman juga dapat ditelusuri apakah keduanya pernah terkait kasus yang membuat keduanya saling 'berhadapan'. Bagi Hary Tanoe itu bukanlah ancaman namun sebagai bentuk kegelisahan atas dunia hukum, sah-sah saja. Memang, penafsiran suatu kata/ kalimat dapat dipengaruhi oleh aspek lain secara sadar atau tidak.
Menurut kalian bagaimana?