Artikel Terbaru: |
loading...
Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu berbagi info Bagaimana Nasib Buku dan Rapor Kurikulum 2013 Sesudah Penundaan?-- Kurikulum 2013 hanya diterapkan terbatas di sekolah-sekolah tertentu, baaimana dengan buku dan rapornya? Buku-buku berbasis Kurikulum 2013 semester I dan II tetap akan digunakan sebagai buku referensi di perpustakaan sekolah. Begitu pula dengan lembar rapor yang sudah terlanjur dicetak, kelak dipakai ketika sekolah siap melaksanakan kurikulum baru itu.
Dikutip dari Kompas, hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad dalam Diskusi Pendidikan Harian Kompas bertajuk ”Mendudukkan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013” di Kantor Harian Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta, Jumat (12/12).
Pekan lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 secara menyeluruh di semua sekolah. Kurikulum 2013 hanya diterapkan di 6.221 sekolah yang telah melaksanakan kurikulum baru itu selama tiga semester. Adapun sekolah lain harus kembali ke Kurikulum 2006. Keputusan mulai berlaku semester genap tahun ajaran 2014/2015 atau Januari 2015.
”Buku-buku itu tetap akan digunakan sebagai buku referensi di perpustakaan sekolah. Selain itu, rapor juga akan dijadikan stok dan dimanfaatkan saat sekolah-sekolah siap melaksanakan Kurikulum 2013,” ucapnya.
Dari 6.221 sekolah yang sudah menerapkannya sejak Juli 2013 (2.598 SD, 1.437 SMP, 1.165 SMA, dan 1.021 SMK), baru 67 persen SD dan 83 persen SMP yang telah menerima buku pada semester I. Kapasitas pencetakan buku yang terbatas mengakibatkan penyediaan buku tersendat.
Terkait persoalan pengadaan buku Kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengirimkan surat edaran kepada para gubernur. Surat edaran itu berisi imbauan agar pemerintah daerah segera membayar tunggakan buku-buku Kurikulum 2013 semester I yang sudah diterima sekolah. Selain itu, buku-buku Kurikulum 2013 semester II yang telah dikontrak juga harus segera dikirimkan ke sekolah-sekolah.
Menurut Hamid, penerapan Kurikulum 2013 masih akan menunggu revisi dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Setelah Pusat Kurikulum dan Perbukuan selesai merevisi, baru akan dibuat tahapan pelaksanaan Kurikulum 2013, termasuk menyeleksi sekolah-sekolah yang dianggap siap,” kata Hamid.
Praktisi pendidikan yang juga anggota tim revisi Kurikulum 2013, Weilin Han, mengungkapkan, di antara pemberlakuan kurikulum yang berubah-ubah, murid menjadi korban. Menurut dia, Kurikulum 2013 perlu direvisi dan hendaknya jangan terburu-buru diterapkan jika memang belum tersusun baik.
”Pelatihan harus benar-benar dipersiapkan, jangan massal dan hanya 52 jam. Siapa yang mendampingi juga perlu dipersiapkan,” katanya.
Selama proses revisi kurikulum berjalan, pelatih guru nasional Itje Chodidjah mengusulkan agar pemerintah juga melihat Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi yang strukturnya dinilai relatif lebih utuh. Sudah terlihat indikator-indikator dan silabus nasionalnya.
”Keputusan yang diambil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini pasti berat. Mau lanjut dengan Kurikulum 2013 tentu berat, tetapi kembali ke Kurikulum 2006 juga tak mudah karena kurikulum itu juga banyak kelemahannya,” kata Itje.
edukasi.kompas.com
Dikutip dari Kompas, hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad dalam Diskusi Pendidikan Harian Kompas bertajuk ”Mendudukkan Persoalan dan Mencari Solusi Kurikulum 2013” di Kantor Harian Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta, Jumat (12/12).
Pekan lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 secara menyeluruh di semua sekolah. Kurikulum 2013 hanya diterapkan di 6.221 sekolah yang telah melaksanakan kurikulum baru itu selama tiga semester. Adapun sekolah lain harus kembali ke Kurikulum 2006. Keputusan mulai berlaku semester genap tahun ajaran 2014/2015 atau Januari 2015.
”Buku-buku itu tetap akan digunakan sebagai buku referensi di perpustakaan sekolah. Selain itu, rapor juga akan dijadikan stok dan dimanfaatkan saat sekolah-sekolah siap melaksanakan Kurikulum 2013,” ucapnya.
Dari 6.221 sekolah yang sudah menerapkannya sejak Juli 2013 (2.598 SD, 1.437 SMP, 1.165 SMA, dan 1.021 SMK), baru 67 persen SD dan 83 persen SMP yang telah menerima buku pada semester I. Kapasitas pencetakan buku yang terbatas mengakibatkan penyediaan buku tersendat.
Terkait persoalan pengadaan buku Kurikulum 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengirimkan surat edaran kepada para gubernur. Surat edaran itu berisi imbauan agar pemerintah daerah segera membayar tunggakan buku-buku Kurikulum 2013 semester I yang sudah diterima sekolah. Selain itu, buku-buku Kurikulum 2013 semester II yang telah dikontrak juga harus segera dikirimkan ke sekolah-sekolah.
Menurut Hamid, penerapan Kurikulum 2013 masih akan menunggu revisi dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Setelah Pusat Kurikulum dan Perbukuan selesai merevisi, baru akan dibuat tahapan pelaksanaan Kurikulum 2013, termasuk menyeleksi sekolah-sekolah yang dianggap siap,” kata Hamid.
Praktisi pendidikan yang juga anggota tim revisi Kurikulum 2013, Weilin Han, mengungkapkan, di antara pemberlakuan kurikulum yang berubah-ubah, murid menjadi korban. Menurut dia, Kurikulum 2013 perlu direvisi dan hendaknya jangan terburu-buru diterapkan jika memang belum tersusun baik.
”Pelatihan harus benar-benar dipersiapkan, jangan massal dan hanya 52 jam. Siapa yang mendampingi juga perlu dipersiapkan,” katanya.
Selama proses revisi kurikulum berjalan, pelatih guru nasional Itje Chodidjah mengusulkan agar pemerintah juga melihat Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi yang strukturnya dinilai relatif lebih utuh. Sudah terlihat indikator-indikator dan silabus nasionalnya.
”Keputusan yang diambil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini pasti berat. Mau lanjut dengan Kurikulum 2013 tentu berat, tetapi kembali ke Kurikulum 2006 juga tak mudah karena kurikulum itu juga banyak kelemahannya,” kata Itje.
edukasi.kompas.com