Artikel Terbaru: |
loading...
Untuk persiapan Hari Raya Qurban, Abunawas membeli seekor anak domba. Anak domba tersebut rencananya akan dipeliharanya dan dijual pada hari raya qurban nanti. Diharapkan anak domba tersebut sudah menjadi gemuk dan besar pada saatnya nanti.
“Tentu harganya akan mahal,” lamun Abunawas” dan aku pasti untung besar.”
Tapi untung tak dapat diraih, malah tak bisa ditolak. Belum dua hari Abunawas memeliharanya, tiba-tiba anak domba itu hilang dicuri orang. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati abunawas.
“Tega benar pencuri itu padaku,” gumam abunawas. “padahal aku membelinya dengan susah payah.”
Berhari-hari Abunawas mencarinya, tapi tidak ketemu juga. Dari pengalamannya, pencuri domba itu bukan orang jauh. Kalau bukan tetangga, pasti orang-orang di dekat sini saja. Tapi bagaimana memastikan bahwa merekalah pencurinya?
Seminggu kemudian, abunawas diundang tasyakuran. Yang mengundang adalah tetangga dekatnya yang bernama Towos. Selain abunawas, towos juga mengundang Pak Hakim. Sejak menerima undangan itu, Abunawas sudah merasa curiga pada towos. Perasaan itu terpatri kuat di hati abunawas.
Dalam acara tasyakuran tersebut dihidangkan menu sate dan gulai yang amat lezat. Baunya semerbak membangkitkan selera. Abunawas menahan perasaannya dalam-dalam.
“Kalau makan sate dan gulai seperti ini kau jadi ingat anak domba kesayanganku,” ujar Abunawas mengawali bualannya.
“Tapi sayang,” lanjutnya Abunawas lagi,” anak domba itu dicuri orang. Padahal…?”
“Padahal apa Abunawas?” Tanya pak hakim yang rupanya tertarik dengan cerita abunawas.
“Padahal anak domba kepunyaanku itu tidak ada bandingannya di seantero bagdad ini. Badannya gemuk, matanya bersinar, dan bulunya lembut bagaikan sutra. Siapa yang melihatnya pasti ingin memilikinya.”
“Sayang sekali aku belum melihatnya,” ujar pak hakim mengomentari cerita Abunawas.
“itu belum seberapa,” lanjut abunawas meneruskan bualannya. “disaat bulan purnama, anak domba kesayanganku itu bisa juga bisa mendendangkan lagu-lagu qasidah.”
Pak Hakim dan para undangan semakin tercengang. Mereka seakan –akan tidak percaya. Tapi situasi semacam itu membuat towos, tuan rumah menjadi panas hatinya. Dia tahu persis bahwa anak domba kepunyaan abunawas sama sekali tidak seperti yang diceritakan oleh si empunya. Tak sadar, dia keceplosan.
“badrun!” teriak towos memanggil anaknya. “tolong ambilkan kulit domba yang baru saja kita sembelih dan bawa kesini!”
“buat apak pak?” Tanya badrun
“biar pak hakim dan para undangan tahu kalau abunawas adalah seorang pembual besar. Dengan melihat kulitnya, mereka akan tahu kalau anak domba abunawas sebenernya sangat kurus dan kurapan.”
Mendengar towos keceplosan, seketika abunawas menghujam pertanyaan yang telak.
“jadi, kau yang mencuri anak dombaku?” sergah abunawas. Towos gelagapan. Dia sadar kalau keceplosan ngomong. Akhirnya mau tak mau dia menemui akibatnya, mendapat malu tengah-tengah pak hakim dan para undangan, sementara itu, abunawas walau telah kehilangan anak domba, akhirnya bisa tersenyum karena mempermalukan pencurinya
“Tentu harganya akan mahal,” lamun Abunawas” dan aku pasti untung besar.”
Tapi untung tak dapat diraih, malah tak bisa ditolak. Belum dua hari Abunawas memeliharanya, tiba-tiba anak domba itu hilang dicuri orang. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati abunawas.
“Tega benar pencuri itu padaku,” gumam abunawas. “padahal aku membelinya dengan susah payah.”
Berhari-hari Abunawas mencarinya, tapi tidak ketemu juga. Dari pengalamannya, pencuri domba itu bukan orang jauh. Kalau bukan tetangga, pasti orang-orang di dekat sini saja. Tapi bagaimana memastikan bahwa merekalah pencurinya?
Seminggu kemudian, abunawas diundang tasyakuran. Yang mengundang adalah tetangga dekatnya yang bernama Towos. Selain abunawas, towos juga mengundang Pak Hakim. Sejak menerima undangan itu, Abunawas sudah merasa curiga pada towos. Perasaan itu terpatri kuat di hati abunawas.
Dalam acara tasyakuran tersebut dihidangkan menu sate dan gulai yang amat lezat. Baunya semerbak membangkitkan selera. Abunawas menahan perasaannya dalam-dalam.
“Kalau makan sate dan gulai seperti ini kau jadi ingat anak domba kesayanganku,” ujar Abunawas mengawali bualannya.
“Tapi sayang,” lanjutnya Abunawas lagi,” anak domba itu dicuri orang. Padahal…?”
“Padahal apa Abunawas?” Tanya pak hakim yang rupanya tertarik dengan cerita abunawas.
“Padahal anak domba kepunyaanku itu tidak ada bandingannya di seantero bagdad ini. Badannya gemuk, matanya bersinar, dan bulunya lembut bagaikan sutra. Siapa yang melihatnya pasti ingin memilikinya.”
“Sayang sekali aku belum melihatnya,” ujar pak hakim mengomentari cerita Abunawas.
“itu belum seberapa,” lanjut abunawas meneruskan bualannya. “disaat bulan purnama, anak domba kesayanganku itu bisa juga bisa mendendangkan lagu-lagu qasidah.”
Pak Hakim dan para undangan semakin tercengang. Mereka seakan –akan tidak percaya. Tapi situasi semacam itu membuat towos, tuan rumah menjadi panas hatinya. Dia tahu persis bahwa anak domba kepunyaan abunawas sama sekali tidak seperti yang diceritakan oleh si empunya. Tak sadar, dia keceplosan.
“badrun!” teriak towos memanggil anaknya. “tolong ambilkan kulit domba yang baru saja kita sembelih dan bawa kesini!”
“buat apak pak?” Tanya badrun
“biar pak hakim dan para undangan tahu kalau abunawas adalah seorang pembual besar. Dengan melihat kulitnya, mereka akan tahu kalau anak domba abunawas sebenernya sangat kurus dan kurapan.”
Mendengar towos keceplosan, seketika abunawas menghujam pertanyaan yang telak.
“jadi, kau yang mencuri anak dombaku?” sergah abunawas. Towos gelagapan. Dia sadar kalau keceplosan ngomong. Akhirnya mau tak mau dia menemui akibatnya, mendapat malu tengah-tengah pak hakim dan para undangan, sementara itu, abunawas walau telah kehilangan anak domba, akhirnya bisa tersenyum karena mempermalukan pencurinya