Artikel Terbaru: |
loading...
Naskah Drama (Tiga Pemain): Transkrip Percakapan Udin, Ustad Feri, dan Bu Ustad di PPT Jilid 6--
Setting: Rumah Ustad Feri. Saat itu, Udin sedang duduk di lantai teras rumah Ustad Feri dan menangis tersedu-sedu sambil memeluk sebuah tas.
Ditranskripsikan dari percakapan Udin, Ustad Feri, dan Bu Ustad
di PPT 6 Episode 5 Agustus 2012 (16 Ramadan 1433 H).
Sumber foto: Google
Tahun lalu, saya sempat merekam percakapan Udin dan Asrul di PPT 5. Transkrip percakapan itu cocok untuk dimainkan oleh dua pemain. Sekarang, saya buatkan transkrip percakapan tiga pemain dari adegan Ustad Feri, Bu Ustad, dan Bang Udin.
Secara umum, naskah drama terdiri atas tiga komponen: pelaku, percakapan, dan lakuan. Nama tokoh tidak harus ditulis dengan huruf besar dan dipisahkan oleh tanda titik dua dengan kalimat tokoh (percakapan). Petunjuk lakuan harus ditulis dengan menggunakan tanda kurung dan menggunakan huruf miring (Disamping tentu saja istilah-istilah asing, wajib menggunakan huruf miring)
Setting: Rumah Ustad Feri. Saat itu, Udin sedang duduk di lantai teras rumah Ustad Feri dan menangis tersedu-sedu sambil memeluk sebuah tas.
- USTAD: (Datang dari kebun sambil membawa daun singkong.) "Assalaamualaikum"
- UDIN: (Masih tersedu) "Wa alaikum salam "
- USTAD: "Kenapa lu, Din? Digebukin bini gua?"
- UDIN: "Kalau cuma dapat rezeki daun singkong buat orang rumah, jangan belagu dah…"
- USTAD: "Hei, Din. Biarpun daun singkong, ini rezeki dari Allah. Halal, Din. Dari kebunku sendiri!"
- UDIN: "Tetap aja daun singkong. Jadi orang gak ada romantic-romantisnya..."
- USTAD: "Daun Singkong ini makanan sehat, mengandung banyak serat untuk kesehatan lambung kita. Bini gua kan vegetarian?"
- UDIN: "Vegetarian, apa gak punya duit lebih buat beli daging? Semiskin-miskinnya rasulullah aja, tiap hari masih minum madu, minum susu, makan roti. Bukan daun singkong kayak gitu!"
- USTAD: "Itu memang makanan orang arab, Din. Makan roti, susu, tapi bukan berarti rasulullah orang kaya."
- UDIN: "Udah tahu miskin, kenapa rasulullah istrinya banyak?"
- USTAD: "Astaghfirullaahal adzim. Itu perintah Allah, Diiin. Bukan dorongan syahwat."
- UDIN: "Itu kan bisa-bisanya dia aja...."
- USTAD: "Astaghfirullaahal adzim…"
- BU USTAD: (Datang dari dalam rumah) Ngapain, bukannya langsung masuk?"
- USTAD: "Din, kalau kita percaya kepada Nabi Muhammad saw, maka kita mempercayai apa yg beliau katakan dan apa yang menjadi sunahnya."
- UDIN: "Tapi…"
- USTAD: "Kalau kita beriman kepada Allah SWT, maka kita meyakini bahwa Allah itu ada walaupun sampai detik ini, Allah nggak pernah memperlihatkan diri kecuali melalui tanda-tanda-Nya."
- UDIN: "Misalnya…?"
- USTAD: "Kalau kita beriman kepada kitab-kitab Allah, maka kita mempercayai Al Quran dan kitab-kitab sebelumnya, sebelum diubah-ubah oleh manusia."
- UDIN: "Pak Ustad…."
- USTAD: "Kalau kita beriman kepada malaikat-malaikat Allah maka kita mempercayai adanya malaikat yg ditugaskan menggerakkan awan, menjaga gunung, termasuk dua malaikat yang mencatat seluruh amal perbuatan lu…."
- UDIN: "Cukup! Gara-gara daun singkong aja sampai bawa-bawa malaikat. Norak banget jadi orang."
- USTAD: "Makanya jangan pancing emosi orang kantor...."
- UDIN: (Menukas) "Kebun!"
- USTAD: "Kebun, kebun gua." (Masuk rumah, Udin mengikuti di belakang sampai di ruang makan. Udin masih tersedu-sedu) "Ini daun singkong yang papa beliin. Spesial buat mama...."
- BU USTAD: "Alhamdulillah, warnanya hijau banget ya, Pah...."
- UDIN: (Dengan suara pelan) "Di mana-mana daun warnanya hijau, kalau hitam berarti ketiban aspal…."
- USTAD: "Ngomong apa lu, Din?"
- UDIN: "Berdzikir Pak Ustad...."
- USTAD: (Duduk di kursi meja makan) "Duduk!" (pintanya pada si Udin lalu menoleh kepada istrinya) "Bikin teh ya, sayang." (Kepada Udin) "Ada apa lu melet-melet di depan rumah gua?"
- UDIN: (Tangisnya pecah) "Ini, Tad. Asruul, Ustad...."
- USTAD: "Pacul?"
- UDIN: (Tangisnya menjadi-jadi) "Asruullll...."
- USTAD: "Sorry sorry sorry, gua kurang dengar. Iya ada apa dengan Si Asrul?"
- UDIN: "Memang pak ustad nggak tahu? Ke mana aja?"
- USTAD: "Lu ngomong yang jelas dong, jangan melodrama gitu. Nggak enak kedengarannya."
(Si udin masih tersedu) - BU USTAD: (Datang dan menyuguhkan dua cangkir teh) "Silakan diminum Bang Udin." (Lalu ikut duduk di kursi meja makan)
- UDIN: "Makasih, Bu Ustad" (Udin lalu meminum teh itu) "Pahit, Pak Ustaaad...."
- USTAD: (Berlagak tak paham) "Yah begitulah hidup manusia, Din. Kadang Allah berikan nikmat iman, kadang Alllah berikan pahitnya kehidupan. Perjalanan hidup kita macam-macam rasanya. Ini yang…."
- UDIN: (Memotong) "Tehnya yang pahit, Pak Ustad...."
- BU USTAD: "Maaf, maaf, Bang. Gulanya habis."
- UDIN: "Emangnya gak dikasih uang belanja sama Pak Ustad?"
- USTAD: "Udah deh. Lu mau ngomongin Asrul, apa mau ngomongin dapur gue. Kenapa si Asrul?"
- UDIN: (Menangis lagi) "Dia udah jadi kayak Pak Jalal, jadi manusia gubuk...."
- BU USTAD: "Ih, kasihan...."
- USTAD: "Apa dia minta tolong?"
- UDIN: "Enggak"
- USTAD: "Apa lu sudah nawarin bantuan buat dia?"
- UDIN: "Ditolak pak ustad. Udin sedih, gak tega lihat dia kembali miskin. Kalau mau miskin, orang lain aja kek. Jangan Si Asrul...."
- USTAD: "Trus mau lu gimana?"
- UDIN: (Memperlihatkan tas yang dipegangnya) "Di sini ada duit, bisa bantu Si Asrul ngontrak rumah yang lebih layak lagi. Pak Ustad aja deh yg ngasih. Kalau sama saya dia gak mau."
- BU USTAD: "Kenapa Bang Asrul menolak bantuan Bang Udin? Kan Bang Udin sahabatnya?"
- UDIN: "Emang begitu orangnya, Bu Ustad. Sombong...."
- USTAD: "Itu duit apa?"
- UDIN: "Ya duit rupiah lah...."
- USTAD: "Maksud gue, duit temuan?"
- UDIN: "Jumlahnya cukup kok, malahan lebih."
- USTAD: "Itu duit temuan?"
- UDIN: "Mudah-mudahan sih diterima, asal diomongin baik-baik, Pak Ustad."
- USTAD: (Mulai kehilangan kesabaran) "Gue tanya sekali lagi ya, lu mau sedekah dari duit yang bukan hak elu?
- UDIN: "Pasti gak boleh, pasti gak boleh."
- USTAD: "Ya gak boleh lah, Din. Kita orang Islam, tujuan bukan untuk segalanya, cara juga harus baik dan haq."
- UDIN: "Kenapa sih semua orang ngomong begitu? Nanti kalau keburu mati kelaparan gimana?
- USTAD: "Allah gak pernah mewajibkan rezeki yang haram untuk orang yang kelaparan. Kepada semua manusia, Allah hanya mewajibkan yang halal."
- UDIN: "Wajib gimana, buktinya para maling mau tuh makan yang haram?"
- USTAD: "Itu karena penolakan mereka kepada rezeki yang halal...."
- BU USTAD: "Bang Udin, sebaiknya uang itu disimpan aja. Bahaya kalau dibawa ke sana kemari."
- UDIN: "Jadi, duit ini gak boleh diapa-apain?"
- USTAD: "Yang boleh cuman dijaga, karena itu amanah dari Allah!"
- UDIN: "Terus, saya dapat apa?"
- USTAD: "Kalau lu pegang amanah, insyaallah akan berpahala, Din...."
- UDIN: "Kalau begini, mending saya gak pegang ni duit."
- USTAD: "Salah lu sendiri, membawa diri lu dalam perkara-perkara yang bikin diri lu capek. Sekarang sudah terlanjur lu pegang, ya udah tanggung lah!"
- UDIN: (Mengumpat) "Verdomse...."
- USTAD: "Apa lu bilang?"
- UDIN: "Boleh.... boleh...."
Ditranskripsikan dari percakapan Udin, Ustad Feri, dan Bu Ustad
di PPT 6 Episode 5 Agustus 2012 (16 Ramadan 1433 H).
Sumber foto: Google