Artikel Terbaru: |
loading...
Lanjutan dari sebelumnya...
Dulu Medasing adalah anak seorang saudagar kaya. Ayahnya dirampok oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh. Karena masih kecil, Medasing tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut dan dibawa ke sarang gerombolan. Pimpinan penyamun itu tidak memiliki anak sehingga sangat menyayangi Medasing dan mengangkatnya sebagai anak. Setelah ayah angkatnya meninggal, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang oleh Medasing. Jadi, gerombolan perampok yang dipimpinnya adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Dia tak pernah bercita-cita menjadi penyamun, apalagi menjadi seorang pimpinan perampok.
Karena sejak kecil hidup dalam lingkungan perampok, Medasing tidak mengetahui pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh mendengar penuturan Medasing tentang kisah hidupnya. Rasa benci dan dendam kepada Medasing lama-lama menjadi luluh. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang, dia merawat Medasing sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat mengkhawatirkan hal itu. Itulah sebabnya, dia mencoba mengajak Medasing keluar dari persembunyian dalam hutan. Karena menyadari kenyataan tersebut, Medasing akhirnya menyetujuinya. Mereka keluar dari huan menuju kota Pagar Alam.
Sesampainya di kota Pagar Alam, mereka langsung menuju rumah Sayu. Alangkah terkejutnya Sayu, ternyata rumah itu bukan milik orangtuanya lagi. Menurut penuturan penghuni baru rumah itu, Nyi Haji Andung tinggal seorang diri di pinggir kampung. Mendengar kabar itu, Sayu dan Medasing langsung menuju rumah Nyi Haji Andun.
Nyi Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang kawanan Medasing. Dia hanya terluka dan berhasil sembuh. Kini dia tinggal sendirian di ujung kampung dalam keadaan sakit keras. Dia sering mengigaukan anaknya yang dibawa perampok. Pada saat Nyi Haji Andun kritis, muncullah di hadapannya Medasing dan Sayu. Betapa bahagianya perasaan Nyi Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Nyi Haji Andun meninggal dunia pada saat itu juga, dia meninggal di hadapan anak yang sangat disayanginya.
Menyaksikan keadaan tersebut, hati Sayu menjadi hancur. Demikian pula halnya dengan Medasing. Kenyataan itu telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dirinya selama ini. Dia merasa menyesal, malu, dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya. Akibatnya, karena berbagai perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya, Medasing memutuskan meninggalkan Sayu. Sejak itu hidup Medasing berubah total. Dia menjadi seorang hartawan yang sangat penyayang kepada siapapun.
Lima belas tahun kemudian, Medasing dan istrinya berangkat ke tanah suci. Sekembalinya dari tanah suci, orang-orang kampung ramai meyambut mereka.. Suatu ketika ketika Haji karim, nama baru Medasing, setelah kembali dari Mekah sedang duduk-duduk termenung kembali masa lalunya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab dia merupakan anak buahnya yang diberi tugas mengintai para saudagar yang hendak dirampok. Haji Karim pun mengajak Samad untuk hidup bersamanya. Waktu itu, Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun, paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan pergi entah ke mana.
Haji Karim dan Sayu hidup damai dan tentram di kampung itu.
Selesai
Dulu Medasing adalah anak seorang saudagar kaya. Ayahnya dirampok oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh. Karena masih kecil, Medasing tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut dan dibawa ke sarang gerombolan. Pimpinan penyamun itu tidak memiliki anak sehingga sangat menyayangi Medasing dan mengangkatnya sebagai anak. Setelah ayah angkatnya meninggal, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang oleh Medasing. Jadi, gerombolan perampok yang dipimpinnya adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Dia tak pernah bercita-cita menjadi penyamun, apalagi menjadi seorang pimpinan perampok.
Karena sejak kecil hidup dalam lingkungan perampok, Medasing tidak mengetahui pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh mendengar penuturan Medasing tentang kisah hidupnya. Rasa benci dan dendam kepada Medasing lama-lama menjadi luluh. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang, dia merawat Medasing sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat mengkhawatirkan hal itu. Itulah sebabnya, dia mencoba mengajak Medasing keluar dari persembunyian dalam hutan. Karena menyadari kenyataan tersebut, Medasing akhirnya menyetujuinya. Mereka keluar dari huan menuju kota Pagar Alam.
Sesampainya di kota Pagar Alam, mereka langsung menuju rumah Sayu. Alangkah terkejutnya Sayu, ternyata rumah itu bukan milik orangtuanya lagi. Menurut penuturan penghuni baru rumah itu, Nyi Haji Andung tinggal seorang diri di pinggir kampung. Mendengar kabar itu, Sayu dan Medasing langsung menuju rumah Nyi Haji Andun.
Nyi Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang kawanan Medasing. Dia hanya terluka dan berhasil sembuh. Kini dia tinggal sendirian di ujung kampung dalam keadaan sakit keras. Dia sering mengigaukan anaknya yang dibawa perampok. Pada saat Nyi Haji Andun kritis, muncullah di hadapannya Medasing dan Sayu. Betapa bahagianya perasaan Nyi Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Nyi Haji Andun meninggal dunia pada saat itu juga, dia meninggal di hadapan anak yang sangat disayanginya.
Menyaksikan keadaan tersebut, hati Sayu menjadi hancur. Demikian pula halnya dengan Medasing. Kenyataan itu telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dirinya selama ini. Dia merasa menyesal, malu, dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya. Akibatnya, karena berbagai perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya, Medasing memutuskan meninggalkan Sayu. Sejak itu hidup Medasing berubah total. Dia menjadi seorang hartawan yang sangat penyayang kepada siapapun.
Lima belas tahun kemudian, Medasing dan istrinya berangkat ke tanah suci. Sekembalinya dari tanah suci, orang-orang kampung ramai meyambut mereka.. Suatu ketika ketika Haji karim, nama baru Medasing, setelah kembali dari Mekah sedang duduk-duduk termenung kembali masa lalunya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab dia merupakan anak buahnya yang diberi tugas mengintai para saudagar yang hendak dirampok. Haji Karim pun mengajak Samad untuk hidup bersamanya. Waktu itu, Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun, paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan pergi entah ke mana.
Haji Karim dan Sayu hidup damai dan tentram di kampung itu.
Selesai