Artikel Terbaru: |
loading...
Inilah Alasan Mengapa UKG Dinilai Tak Adil-- JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemerintah menggelar uji kompetensi guru (UKG) yang dimulai pada 30 Juli, dinilai tidak melalui sosialisasi yang cukup.
Pelaksanaan UKG secara online, juga dikhawatirkan tidak adil bagi guru karena tidak melalui uji coba yang cukup.
Selain itu, berdasarkan kajian secara hukum yang dilaksanakan sejumlah organisasi guru yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, UKG dilaksankan tanpa dasar hukum dan tidak sesuai dengan amanat peraturan perundangan yang ada.
Para guru yang tergabung dalam Koalisi Tolak UKG, mengkritisi kebijakan pemerintah dan mengancam boikot.
"Kami bukan menolak UKG. Tetapi kami menolak diuji dengan cara-cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) di Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Retno mengatakan, pemerintah sebaiknya berkonsentrasi dulu untuk menyelesaikan sebanyak 1,8 juta guru yang belum disertifikasi.
Padahal, sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen, sertifikasi untuk semua guru harus selesai pada 2015.
"Kalau semua guru sudah tuntas disertifikasi pada 2015, silakan pemerintah menjalankan program evaluasi kinerja guru. Syaratnya, harus sesuai peraturan perundangan yang berlaku," jelas Retno.
Iwan Hermawan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), mengatakan, pemerintah tidak punya program yang jelas dalam upaya peningkatan profesi guru.
"Apa yang dilakukan hanya program temporer seiring dengan pergantian pejabat dan struktur di lingkungan Kemendikbud," papar Iwan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo, menyatakan dukungan pada niat baik pemerintah lewat UKG untuk pemetaan kompetensi guru.
Namun, PGRI mengkritik persiapan UKG yang belum maksimal, agak rapuh mulai dari pengembangan instrumen, desain kegiatan, penguatan landasan yuridis, konseptual teoritik, dan antisipasi malpraktik di lapangan.
"UKG ini jangan untuk menyiksa, menghukum, atau membuat guru stress. Sejak merdeka, Indonesia belum pernah melakukan UKG dan tidak punya peta kompetensi guru. Terlihat pelaksanaan belum siap. Sebaiknya UKG yang bertujuan mulia ini ditunda dulu," kata Sulistyo.
Menurut Sulistiyo, pemerintah harus meluruskan motivasi yang melatari pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG). Menurutnya, pelaksanaan UKG jangan didasari alasan belum baiknya kompetensi guru.
"Jangan berpikir karena guru kompetensinya belum baik, terus di-UKG-kan. Alasan itu sama dengan menghina atau menghukum guru," kata Sulistiyo kepada Kompas.com, Kamis (26/7/2012), di Jakarta.
Ia menegaskan, kompetensi dan profesionalitas guru tak akan meningkat jika pemerintah hanya melakukan UKG. Peningkatan kompetensi dan profesionalitas, menurut Sulistyo, hanya bisa dilakuan dengan pembinaan, diklat, dan kegiatan ilmiah yg tepat, di samping kesadaran dari guru yg bersangkutan.
"Jadi, salah jika sangat bernafsu menguji guru untuk peningkatan mutu," ungkapnya.
Akan tetapi, tujuannya untuk memperoleh peta kompetensi guru yang akan melahirkan klasifikasi kompetensi guru. Selanjutnya, hasil UKG harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan melakukan pembinaan yang komprehensif.
"Banyak kebijakan tentang guru yang tidak kontekstual dan riil. Mudah-mudahan UKG ini berjalan baik," kata Sulistyo.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Syawal Gultom mengatakan, uji kompetensi bagi guru bersertifikat dilakukan secara bertahap pada akhir Juli-September tahun ini.
UKG dibutuhkan untuk pemetaan kompetensi guru yang menjadi titik awal pembinaan dan penilaian kinerja guru. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan guru untuk mengikuti UKG.
Untuk tahun ini, uji kompetensi bagi guru bersertifikat diikuti 1.020.000 guru di jenjang TK-SMA/SMK sederajat. Hingga saat ini, terdata 3.000 lokasi ujian.
Terkait adanya ancaman boikot sejumlah organisasi guru, Syawal meminta guru untuk tidak khawatir dengan uji kompetensi ini karena tujuannya untuk pemetaan, bukan kelulusan atau berkaitan dengan pembayaran tunjangan profesi guru.
Sumber: Kompas.com
Pelaksanaan UKG secara online, juga dikhawatirkan tidak adil bagi guru karena tidak melalui uji coba yang cukup.
Selain itu, berdasarkan kajian secara hukum yang dilaksanakan sejumlah organisasi guru yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, UKG dilaksankan tanpa dasar hukum dan tidak sesuai dengan amanat peraturan perundangan yang ada.
Para guru yang tergabung dalam Koalisi Tolak UKG, mengkritisi kebijakan pemerintah dan mengancam boikot.
"Kami bukan menolak UKG. Tetapi kami menolak diuji dengan cara-cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) di Jakarta, Kamis (26/7/2012).
Retno mengatakan, pemerintah sebaiknya berkonsentrasi dulu untuk menyelesaikan sebanyak 1,8 juta guru yang belum disertifikasi.
Padahal, sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen, sertifikasi untuk semua guru harus selesai pada 2015.
"Kalau semua guru sudah tuntas disertifikasi pada 2015, silakan pemerintah menjalankan program evaluasi kinerja guru. Syaratnya, harus sesuai peraturan perundangan yang berlaku," jelas Retno.
Iwan Hermawan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), mengatakan, pemerintah tidak punya program yang jelas dalam upaya peningkatan profesi guru.
"Apa yang dilakukan hanya program temporer seiring dengan pergantian pejabat dan struktur di lingkungan Kemendikbud," papar Iwan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Sulistyo, menyatakan dukungan pada niat baik pemerintah lewat UKG untuk pemetaan kompetensi guru.
Namun, PGRI mengkritik persiapan UKG yang belum maksimal, agak rapuh mulai dari pengembangan instrumen, desain kegiatan, penguatan landasan yuridis, konseptual teoritik, dan antisipasi malpraktik di lapangan.
"UKG ini jangan untuk menyiksa, menghukum, atau membuat guru stress. Sejak merdeka, Indonesia belum pernah melakukan UKG dan tidak punya peta kompetensi guru. Terlihat pelaksanaan belum siap. Sebaiknya UKG yang bertujuan mulia ini ditunda dulu," kata Sulistyo.
Menurut Sulistiyo, pemerintah harus meluruskan motivasi yang melatari pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG). Menurutnya, pelaksanaan UKG jangan didasari alasan belum baiknya kompetensi guru.
"Jangan berpikir karena guru kompetensinya belum baik, terus di-UKG-kan. Alasan itu sama dengan menghina atau menghukum guru," kata Sulistiyo kepada Kompas.com, Kamis (26/7/2012), di Jakarta.
Ia menegaskan, kompetensi dan profesionalitas guru tak akan meningkat jika pemerintah hanya melakukan UKG. Peningkatan kompetensi dan profesionalitas, menurut Sulistyo, hanya bisa dilakuan dengan pembinaan, diklat, dan kegiatan ilmiah yg tepat, di samping kesadaran dari guru yg bersangkutan.
"Jadi, salah jika sangat bernafsu menguji guru untuk peningkatan mutu," ungkapnya.
Akan tetapi, tujuannya untuk memperoleh peta kompetensi guru yang akan melahirkan klasifikasi kompetensi guru. Selanjutnya, hasil UKG harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan melakukan pembinaan yang komprehensif.
"Banyak kebijakan tentang guru yang tidak kontekstual dan riil. Mudah-mudahan UKG ini berjalan baik," kata Sulistyo.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Syawal Gultom mengatakan, uji kompetensi bagi guru bersertifikat dilakukan secara bertahap pada akhir Juli-September tahun ini.
UKG dibutuhkan untuk pemetaan kompetensi guru yang menjadi titik awal pembinaan dan penilaian kinerja guru. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan guru untuk mengikuti UKG.
Untuk tahun ini, uji kompetensi bagi guru bersertifikat diikuti 1.020.000 guru di jenjang TK-SMA/SMK sederajat. Hingga saat ini, terdata 3.000 lokasi ujian.
Terkait adanya ancaman boikot sejumlah organisasi guru, Syawal meminta guru untuk tidak khawatir dengan uji kompetensi ini karena tujuannya untuk pemetaan, bukan kelulusan atau berkaitan dengan pembayaran tunjangan profesi guru.
Sumber: Kompas.com