Artikel Terbaru: |
loading...
DPR Setuju UN Dihentikan-- JAKARTA--MICOM: DPR menyetujui rencana Tim Advokasi korban ujian nasional (Tekun) untuk menghentikan ujian nasional (UN) karena pada dasarnya cantolan hukum UN lemah.
Untuk menghentikan UN, Tekum tengah mengajukan eksekusi paksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN-Jakpus) agar UN dihentikan.
"Kita ikuti saja proses peradilannya di PN Jakpus, semoga pengadilan memutuskan yang terbaik bagi nasib pendidikan indonesia ini. Kalau keputusan pengadilan UN dihentikan, alhamdulillah karena memang dasar pelaksanaannya memang lemah.Kalau keputusannya tetap dilanjutkan kami meminta dievaluasi dulu di Komisi X DPR," kata anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar di Jakarta, Selasa (22/5).
Seperti diketahui, kasus gugatan penghentian Ujian Nasional tersebut diajukan pada tahun 2006 oleh Tekun. Pada 21 Mei 2007, Pengadilan Negeri Jakpus mengabulkan gugatan tersebut dan langsung diajukan banding oleh pihak tergugat. Namun Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusan nomor 377/PDT/2007/PT DKI kembali menguatkan putusan PN Jakarta pusat.
Perlawanan pemerintah kembali kandas setelah Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan pemerintah pada 14 September 2009.
Pada sidang gugatan UN, Selasa (22/5) di PN Jakpus, pihak pemerintah untuk ketiga kalinya tidak hadir sehingga tim advokasi Tekun diwakili Edy Gurning dari LBH Jakarta mendesak PN Jakpus mengeksekusi penghentian UN.
Lemahnya landasan hukum UN menurut Raihan berdasarkan PP No19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang cantolannya pada UU No20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
"UU Sisdiknas menyebutkan evaluasi akhir siswa ditentukan oleh pendidik atau guru. Namun tiba-tiba pada PP No19 tahun 2003 menyebutkan evaluasi siswa diintervensi negara lewat UN," ungkap anggota FPKS DPR ini.
Menurut dia, seharusnya PP yang merupakan penjabaran teknis dari UU tidak boleh menyimpang dari induknya. "Sebab itu, Komisi X DPR periode lalu sampai mengatakan PP 19/2005 sebagai anak haram UU Sisdiknas," tandasnya.
Sumber: www.mediaindonesia.com
Untuk menghentikan UN, Tekum tengah mengajukan eksekusi paksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN-Jakpus) agar UN dihentikan.
"Kita ikuti saja proses peradilannya di PN Jakpus, semoga pengadilan memutuskan yang terbaik bagi nasib pendidikan indonesia ini. Kalau keputusan pengadilan UN dihentikan, alhamdulillah karena memang dasar pelaksanaannya memang lemah.Kalau keputusannya tetap dilanjutkan kami meminta dievaluasi dulu di Komisi X DPR," kata anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar di Jakarta, Selasa (22/5).
Seperti diketahui, kasus gugatan penghentian Ujian Nasional tersebut diajukan pada tahun 2006 oleh Tekun. Pada 21 Mei 2007, Pengadilan Negeri Jakpus mengabulkan gugatan tersebut dan langsung diajukan banding oleh pihak tergugat. Namun Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusan nomor 377/PDT/2007/PT DKI kembali menguatkan putusan PN Jakarta pusat.
Perlawanan pemerintah kembali kandas setelah Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan pemerintah pada 14 September 2009.
Pada sidang gugatan UN, Selasa (22/5) di PN Jakpus, pihak pemerintah untuk ketiga kalinya tidak hadir sehingga tim advokasi Tekun diwakili Edy Gurning dari LBH Jakarta mendesak PN Jakpus mengeksekusi penghentian UN.
Lemahnya landasan hukum UN menurut Raihan berdasarkan PP No19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang cantolannya pada UU No20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
"UU Sisdiknas menyebutkan evaluasi akhir siswa ditentukan oleh pendidik atau guru. Namun tiba-tiba pada PP No19 tahun 2003 menyebutkan evaluasi siswa diintervensi negara lewat UN," ungkap anggota FPKS DPR ini.
Menurut dia, seharusnya PP yang merupakan penjabaran teknis dari UU tidak boleh menyimpang dari induknya. "Sebab itu, Komisi X DPR periode lalu sampai mengatakan PP 19/2005 sebagai anak haram UU Sisdiknas," tandasnya.
Sumber: www.mediaindonesia.com