Artikel Terbaru: |
loading...
Pelajaran Sastra, Kuncinya Kualitas Guru-- Kompas.com - Keberhasilan pembelajaran sastra di sekolah sangat bergantung kepada kualitas guru dalam mengajarkan sastra secara baik kepada peserta didiknya. Tidak hanya mengajarkan sastra secara teoritis guru juga dituntut mempraktikkan cara dan teknik bersastra secara baik.
"Kurikulum di sekolah saat ini sudah bertumpu pada terbangunnya keahlian bersastra dari peserta didik. Artinya, kurikulum kita sudah mendukung tercapainya aspek aksiologi pembelajaran sastra," kata ketua program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia (PBSI) IKIP PGRI Semarang, Nanik Setyawati, di Semarang, Rabu (30/5).
Dalam pembelajaran sastra, guru tidak mungkin hanya mengajarkan sastra dengan menyampaikan ceramah teori di hadapan siswa, namun mempraktikkan kepada siswa bagaimana cara dan teknik untuk bersastra secara baik.
"Banyak guru yang masih mengajarkan sastra dengan membacakan teori bersastra, misalnya melakukan pembelajaran puisi dengan membacakan teori-teori berpuisi, atau mengajarkan teori menulis cerita pendek," katanya.
Kurikulum pembelajaran sastra menuntut munculnya siswa yang mampu bersastra, bukan siswa yang menghapal teori-teori sastra sehingga guru sastra tak boleh lagi sekadar mengajarkan materi secara teori.
"Semakin bagus kualitas guru dalam menyampaikan pembelajaran sastra, semakin bagus pula kemampuan siswa dalam bersastra. Kuncinya, pada kualitas guru," kata Nanik.
Berkaitan dengan rendahnya kualitas guru dalam pembelajaran sastra, ia mengatakan sebenarnya tidak bisa disalahkan bahwa guru kurang kreatif dalam mengajarkan sastra, namun faktor penyiapan dari perguruan tinggi turut memengaruhi.
"Artinya, perguruan tinggi yang mendidik dan mencetak calon-calon guru harus mampu memberikan modal kemampuan bersastra yang mumpuni, sebelum mereka diterjunkan menjadi guru yang mengajar di sekolah," katanya.
Ia mencontohkan sistem pembelajaran sastra yang diterapkan di IKIP PGRI Semarang sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang mengajarkan mahasiswa untuk terlibat langsung dalam pembuatan karya sastra.
"Contohnya dalam mata kuliah drama, mahasiswa tidak hanya dibekali bagaimana cara bermain drama, namun diajari tentang manajemen pertunjukan. Selain bisa bermain drama, mereka juga mampu menyiapkan pertunjukan drama," kata Nanik.
Sumber: Kompas (http://edukasi.kompas.com/read/2012/05/31/10240312/Pelajaran.Sastra.Kuncinya.Kualitas.Guru)
"Kurikulum di sekolah saat ini sudah bertumpu pada terbangunnya keahlian bersastra dari peserta didik. Artinya, kurikulum kita sudah mendukung tercapainya aspek aksiologi pembelajaran sastra," kata ketua program studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia (PBSI) IKIP PGRI Semarang, Nanik Setyawati, di Semarang, Rabu (30/5).
Dalam pembelajaran sastra, guru tidak mungkin hanya mengajarkan sastra dengan menyampaikan ceramah teori di hadapan siswa, namun mempraktikkan kepada siswa bagaimana cara dan teknik untuk bersastra secara baik.
"Banyak guru yang masih mengajarkan sastra dengan membacakan teori bersastra, misalnya melakukan pembelajaran puisi dengan membacakan teori-teori berpuisi, atau mengajarkan teori menulis cerita pendek," katanya.
Kurikulum pembelajaran sastra menuntut munculnya siswa yang mampu bersastra, bukan siswa yang menghapal teori-teori sastra sehingga guru sastra tak boleh lagi sekadar mengajarkan materi secara teori.
"Semakin bagus kualitas guru dalam menyampaikan pembelajaran sastra, semakin bagus pula kemampuan siswa dalam bersastra. Kuncinya, pada kualitas guru," kata Nanik.
Berkaitan dengan rendahnya kualitas guru dalam pembelajaran sastra, ia mengatakan sebenarnya tidak bisa disalahkan bahwa guru kurang kreatif dalam mengajarkan sastra, namun faktor penyiapan dari perguruan tinggi turut memengaruhi.
"Artinya, perguruan tinggi yang mendidik dan mencetak calon-calon guru harus mampu memberikan modal kemampuan bersastra yang mumpuni, sebelum mereka diterjunkan menjadi guru yang mengajar di sekolah," katanya.
Ia mencontohkan sistem pembelajaran sastra yang diterapkan di IKIP PGRI Semarang sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang mengajarkan mahasiswa untuk terlibat langsung dalam pembuatan karya sastra.
"Contohnya dalam mata kuliah drama, mahasiswa tidak hanya dibekali bagaimana cara bermain drama, namun diajari tentang manajemen pertunjukan. Selain bisa bermain drama, mereka juga mampu menyiapkan pertunjukan drama," kata Nanik.
Sumber: Kompas (http://edukasi.kompas.com/read/2012/05/31/10240312/Pelajaran.Sastra.Kuncinya.Kualitas.Guru)