loading...

Kontroversi Buku Pegangan Kurikulum 2013: Cerpen Gerhana Karya Muhammad Ali

Artikel Terbaru:
loading...
Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu berbagi info Kontroversi Buku Pegangan Kurikulum 2013: Cerpen Gerhana Karya Muhammad Ali--
Buku paket "Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan Kelas VII" Kurikulum 2013, diusulkan ditarik kembali. Cerpen berjudul "Gerhana" karya Muhammad Ali dinilai tidak layak dijadikan bahan bacaan bagi siswa karena memuat kata-kata kasar. Bagi kalian yang sekolahnya telah melaksanakan Kurikulum 2013 tentu telah membaca cerpen ini. Nah, bagi kalian yang belum memegang bukunya, bisa membunuh rasa penasaran kalian melalui arsip ini.
Sebenarnya, cerpen ini hanya diletakkan sebagai lampiran di bagian akhir buku. Lalu, seperti apa cerpennya?

Judul: GERHANA
Karya: Muhammad Ali
Pertama kali diterbitkan dalam buku Kumpulan Cerpen Gerhana karya Muhammad Ali. Jakarta, 1996, Penerbit Pustaka Utama Grafiti.

Buah pepaya memang manis rasanya. Yang ranum pun sedap kalau dibikin rujak. Ada lagi keisimewaan pohon pepaya, ia tumbuh dan berbuah di segala musim, baik di musim hujan maupun di musim kemarau. Jadi, tak ada alasan bagi siapa pun di muka bumi ini untuk memusuhi pohon dan buah pepaya.
Itulah maka Sali tidak mengerti dan hampir tak dapat menahan hati ketika diketahuinya pada suatu pagi pohon pepaya satu-satunya yang tumbuh di pekarangan rumahnya dalam keadaan roboh membelintang di tanah. Beberapa buah pepaya yang sudah ranum dilihatnya tertimpa batangnya yang gemuk itu hingga lumat berlepotan serupa tempurung kepala bayi-bayi yang remuk ditimpa penggada raksasa.
Serasa Sali diapungkan ke langit, linglung tak tahu apa yang mesti dibuatnya. Perutnya berbunyi-bunyi, kedua belah matanya terus berkedip-kedip. Jari-jarinya menggeletar ketika membarut-barut batang pepaya yang tumbang itu. Getahnya yang meleleh menetes-netes, di matanya persis darah segar kental, mengingatkannya pada cerita-cerita penyembelihan yang mengerikan.
Seorang tetangga dari sebelah rumahnya datang diam-diam dan berdiri di sampingnya, ikut menyaksikan musibah ini.
“Tengok,” kata Sali, “Tengoklah ini ada bekas bacokan.” Lalu dirabanya bagian itu. “Jadi telah dibacok dengan parang....”
“Siapa yang melakukannya?” tanya tetangga.
“Mana kutahu? Kalau saja aku tahu siapa dia yang bertangan usil itu,” kata Sali sambil meremas-remas tangannya, “Sekarang akan kau saksikan pameran dari kepingan tangan jahil itu. Akan kulunyah-lunyah sampai lembut berantakan tangan biadab itu.”
“Aneh, apa maksudnya berbuat seperti itu? Apa latar belakangnya?” kata tetangga pula.
“Kutanam dulu bijinya di sini,” kata Sali seraya mengais tanah di bawahnya dengan ujung jari kakinya, “Kupupuk dan kusirami dua kali sehari, pagi dan sore. Ketika kuncupnya mulai nyemi, hampir aku berjingkrak-jingkrak menari lantaran besar hatiku.” Kembali diusapnya batang pepaya. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca dan suaranya jadi keruh, “Aku seperti bapaknya yang mengasuhnya sejak ia masih bayi hingga sebesar ini,” ia tersekat sesaat, lalu tambahnya,
”Sekarang, beginilah keadaannya, ditebang, dibacok, digorok, dan dirobohkan dengan tak semena-mena....”
Tercenung si tetangga mendengar kisah mengharukan itu. Berkali-kali ia mau campur bicara, tapi setiap kali diurungkannya, akhirnya berkatalah ia, “Sedih juga jadinya mendengar ceritamu. Tapi seperti kau melebih-lebihkannya. Aku jadi teringat pada yang sudah mendahului kita....”
“Siapa melarang apabila ia kutimang bagai anak kandung?” tanya Sali tiba-tiba.
“Bagiku dia tak berbeda dengan seorang anak yang sungguh-sungguh. Tiadakah ia punya nyawa juga seperti kita?”
Kepala tetangga terangguk-angguk. Tiadalah ia berusaha buat membuka mulut.
“Menebangnya serupa ini”, kata Sali, “sama dengan membunuh satu nyawa. Tidakkah demikian?”
Kembali tetangga terangguk-angguk.
Selengkapnya, baca cerpennya di SINI.

Dalam acara Sosialisasi dan Tes UKBI bagi guru B.Indonesia MGMP SMP dan SMA se-Kalsel di Hotel Roditha, Banjarmasin (Jumat, 18 Oktober 2013), Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. Dr. Mahsun, M.S. berpendapat, justru di disitulah peran penting seorang guru memberikan pendidikan kepada siswa tentang hal baik dan hal buruk. Pembelajaran berbasis karakter tak hanya memberikan contoh yang baik saja namun juga memberikan penilaian terhadap hal yang buruk. Lagi pula, di kehidupan sehari-hari, siswa justru jauh lebih banyak membaca, mendengar, maupun melihat hal-hal yang lebih buruk daripada yang terdapat dalam cerpen itu.
Para guru, diminta menjadi garda terdepan pendidikan karakter terkait cerpen tersebut.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...