Artikel Terbaru: |
loading...
UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia)-- Saat ini, selama tiga hari (17-19 Oktober 2013) saya sedang berada di hotel Roditha Banjarmasin (letaknya di seberang Mitra Plaza) guna mengikuti sosialisasi Kurikulum 2013 oleh Wamendikbud dan Prof.Dr. Mahsun, M.S. (sayang Wamendikbud-nya batal hadir) bersama seluruh pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMP dan SMA se-Kalsel. Kami datang atas undangan Balai Bahasa Kalsel dan salah satu kegiatannya adalah mengikuti Tes UKBI. UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia), sebagaimana TOEFL, juga merupakan jenis tes kemahiran berbahasa (language proficiency test), dalam hal ini bahasa Indonesia. Berbeda dari tes pencapaian (achievement test), tes kemahiran berbahasa mengacu pada kriteria situasi penggunaan bahasa yang dialami atau dihadapi oleh peserta uji, sedangkan tes pencapaian merupakan sebuah tes untuk mengukur hasil belajar (misalnya Ujian Nasional).
Dengan kata lain, UKBI menguji keterampilan berbahasa Indonesia seseorang secara alamiah. Seberapa sering orang tersebut melakukan praktik berbahasa Indonesia, seperti mendengarkan dan berbicara dalam berbagai situasi kebahasaan, membaca berbagai bacaan berbahasa Indonesia, serta menulis berbagai jenis teks dalam bahasa Indonesia, akan menentukan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia melalui tinggi rendahnya skor UKBI yang dicapainya.
Gagasan pengembangan UKBI telah dimulai sejak 1980-an, yaitu saat pelaksanaan Kongres Bahasa Indonesia IV pada 1983 dan Kongres Bahasa Indonesia V tahun 1988. Pada saat itu tercetus beberapa pendapat yang mempertanyakan mengapa orang-orang Indonesia yang akan melanjutkan studi atau akan bekerja ke luar negeri harus lolos TOEFL dengan skor tertentu. Sementara, orang asing yang belajar atau bekerja di Indonesia tidak perlu melalui serangkaian tes bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pada 1990-an, Pusat Bahasa (saat ini bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) mulai menyusun dan membakukan UKBI sebagai sarana pengukur kemahiran berbahasa Indonesia. Pembakuan UKBI itu sendiri berawal pada 2003, terutama setelah UKBI mendapatkan SK Mendiknas Nomor 152/U/2003.
Pada 2004, UKBI telah terdaftar dengan hak cipta Nomor 023993 dan Nomor 023994, 8 Januari 2004 dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Di tahun itu juga, UKBI berbasis komputer juga telah dikembangkan sebagai sarana pengujian melengkapi UKBI berbasis kertas dan pensil. Selanjutnya, dua tahun kemudian, UKBI diluncurkan secara resmi oleh Mendiknas dan pada 2007 dikembangkan UKBI berbasis jaringan (UKBI daring/online).
UKBI juga telah masuk dalam amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa.
Materi UKBI berupa penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai situasi dan laras, seperti sejarah, kebudayaan, hukum, teknologi, dan ekonomi. Materi itu berasal dari berbagai sumber, baik wacana komunikasi lisan sehari-hari di masyarakat maupun wacana tulis di media massa, buku acuan, dan tempat umum.
Dengan materi itu, UKBI menguji kemampuan seseorang dalam berkomunikasi lisan dan tulis dalam bahasa Indonesia. Kemampuan itu dapat diukur dari keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara, serta pengetahuan tentang kaidah bahasa Indonesia. Berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa dan pengetahuan bahasa itu, UKBI berisi lima seksi berikut.
Seksi I (Mendengarkan)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami informasi yang diungkapkan secara lisan, baik dalam bentuk dialog maupun monolog. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 25 menit.
Seksi II (Merespons Kaidah)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan merespons penggunaan kaidah bahasa Indonesia ragam formal, yaitu ejaan, bentuk dan pilihan kata, serta kalimat. Seksi ini terdiri atas 25 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 20 menit.
Seksi III (Membaca)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami isi wacana tulis. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 45 menit.
Seksi IV (Menulis)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia tulis berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu soal dengan alokasi waktu 30 menit untuk menulis wacana 200 kata.
Seksi V (Berbicara)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia lisan berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu soal dengan alokasi waktu 15 menit untuk menyajikan gagasan secara lisan.
Materi UKBI dikemas dalam tiga jenis soal: faktual, konseptual, dan prosedural. Konteksnya mencakupi seluruh wacana (baik lisan maupun tulisan) yang dapat memperlihatkan tingkat kemampuan seseorang: kesintasan/survive, sosial-kemasyarakatan, vokasional/keprofesian, dan akademik. Soal-soal faktual menuntut jawaban-jawaban yang beracuan konkret (eksplisit), berupa ingatan/pahaman, dan tidak memerlukan analisis. Soal konseptual menuntut jawaban-jawaban yang beracuan semi abstrak (implisit atau semiimplisit), berupa penerapan, dan memerlukan analisis. Soal prosedural menuntut jawaban-jawaban yang beracuan abstrak (implisit), memerlukan evaluasi, dan memerlukan analisis yang kompleks.
Peserta tes yang telah menyelesaikan UKBI akan mendapatkan sertifikat. Di dalam sertifikat ini tertera hasil UKBI yang telah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan.
Berdasarkan bentuk, jenis, dan kandungan materi seperti itu, UKBI diharapkan benar-benar mampu mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia seseorang, sesuai dengan skor/peringkatnya. Adapun skor/peringkat itu adalah sebagai berikut.
I. Istimewa (skor 750—900)
Peringkat ini menunjukkan kemampaun tertinggi. Peserta uji yang berpredikat istimewa memiliki kemahiran yang sempurna berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (lisan dan tulisan). Bahkan, dalam komunikasi keilmiahan, yang bersangkutan tidak mengalami kendala.
II. Sangat Unggul (skor 675—749)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang sangat tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Biasanya, ia hanya mengalami sedikit kendala dalam komunikasi keilmiahan.
III. Unggul (skor 525—674)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk keperluan komunikasi keilmiahan dan keprofesian yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala.
IV. Madya (skor 375—524)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan memadai. Peserta uji yang berpredikat memadai, umumnya, masih mengalami kendala berkomunikasi untuk keperluan keprofesian yang kompleks dan untuk keperluan keilmiahan.
V. Semenjana (skor 225—374)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan cukup memadai. Peserta uji yang berpredikat cukup memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks serta kesintasan.
VI. Marginal (skor 150—224)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan tidak memadai. Peserta uji yang berpredikat tidak memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sosial- kemasyarakatan yang tidak kompleks dan kesintasan.
VII. Terbatas (skor 0—149)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan terendah. Peserta uji di peringkat ini hanya memiliki kemampuan berkomunikasi untuk keperluan kesintasan.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
berbagai sumber
Dengan kata lain, UKBI menguji keterampilan berbahasa Indonesia seseorang secara alamiah. Seberapa sering orang tersebut melakukan praktik berbahasa Indonesia, seperti mendengarkan dan berbicara dalam berbagai situasi kebahasaan, membaca berbagai bacaan berbahasa Indonesia, serta menulis berbagai jenis teks dalam bahasa Indonesia, akan menentukan kemahirannya dalam berbahasa Indonesia melalui tinggi rendahnya skor UKBI yang dicapainya.
Gagasan pengembangan UKBI telah dimulai sejak 1980-an, yaitu saat pelaksanaan Kongres Bahasa Indonesia IV pada 1983 dan Kongres Bahasa Indonesia V tahun 1988. Pada saat itu tercetus beberapa pendapat yang mempertanyakan mengapa orang-orang Indonesia yang akan melanjutkan studi atau akan bekerja ke luar negeri harus lolos TOEFL dengan skor tertentu. Sementara, orang asing yang belajar atau bekerja di Indonesia tidak perlu melalui serangkaian tes bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, pada 1990-an, Pusat Bahasa (saat ini bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) mulai menyusun dan membakukan UKBI sebagai sarana pengukur kemahiran berbahasa Indonesia. Pembakuan UKBI itu sendiri berawal pada 2003, terutama setelah UKBI mendapatkan SK Mendiknas Nomor 152/U/2003.
Pada 2004, UKBI telah terdaftar dengan hak cipta Nomor 023993 dan Nomor 023994, 8 Januari 2004 dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Di tahun itu juga, UKBI berbasis komputer juga telah dikembangkan sebagai sarana pengujian melengkapi UKBI berbasis kertas dan pensil. Selanjutnya, dua tahun kemudian, UKBI diluncurkan secara resmi oleh Mendiknas dan pada 2007 dikembangkan UKBI berbasis jaringan (UKBI daring/online).
UKBI juga telah masuk dalam amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa.
Materi UKBI berupa penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai situasi dan laras, seperti sejarah, kebudayaan, hukum, teknologi, dan ekonomi. Materi itu berasal dari berbagai sumber, baik wacana komunikasi lisan sehari-hari di masyarakat maupun wacana tulis di media massa, buku acuan, dan tempat umum.
Dengan materi itu, UKBI menguji kemampuan seseorang dalam berkomunikasi lisan dan tulis dalam bahasa Indonesia. Kemampuan itu dapat diukur dari keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara, serta pengetahuan tentang kaidah bahasa Indonesia. Berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa dan pengetahuan bahasa itu, UKBI berisi lima seksi berikut.
Seksi I (Mendengarkan)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami informasi yang diungkapkan secara lisan, baik dalam bentuk dialog maupun monolog. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 25 menit.
Seksi II (Merespons Kaidah)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan merespons penggunaan kaidah bahasa Indonesia ragam formal, yaitu ejaan, bentuk dan pilihan kata, serta kalimat. Seksi ini terdiri atas 25 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 20 menit.
Seksi III (Membaca)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami isi wacana tulis. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 45 menit.
Seksi IV (Menulis)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia tulis berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu soal dengan alokasi waktu 30 menit untuk menulis wacana 200 kata.
Seksi V (Berbicara)
Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia lisan berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu soal dengan alokasi waktu 15 menit untuk menyajikan gagasan secara lisan.
Materi UKBI dikemas dalam tiga jenis soal: faktual, konseptual, dan prosedural. Konteksnya mencakupi seluruh wacana (baik lisan maupun tulisan) yang dapat memperlihatkan tingkat kemampuan seseorang: kesintasan/survive, sosial-kemasyarakatan, vokasional/keprofesian, dan akademik. Soal-soal faktual menuntut jawaban-jawaban yang beracuan konkret (eksplisit), berupa ingatan/pahaman, dan tidak memerlukan analisis. Soal konseptual menuntut jawaban-jawaban yang beracuan semi abstrak (implisit atau semiimplisit), berupa penerapan, dan memerlukan analisis. Soal prosedural menuntut jawaban-jawaban yang beracuan abstrak (implisit), memerlukan evaluasi, dan memerlukan analisis yang kompleks.
Peserta tes yang telah menyelesaikan UKBI akan mendapatkan sertifikat. Di dalam sertifikat ini tertera hasil UKBI yang telah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan.
Berdasarkan bentuk, jenis, dan kandungan materi seperti itu, UKBI diharapkan benar-benar mampu mengukur tingkat kemahiran berbahasa Indonesia seseorang, sesuai dengan skor/peringkatnya. Adapun skor/peringkat itu adalah sebagai berikut.
I. Istimewa (skor 750—900)
Peringkat ini menunjukkan kemampaun tertinggi. Peserta uji yang berpredikat istimewa memiliki kemahiran yang sempurna berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (lisan dan tulisan). Bahkan, dalam komunikasi keilmiahan, yang bersangkutan tidak mengalami kendala.
II. Sangat Unggul (skor 675—749)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang sangat tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Biasanya, ia hanya mengalami sedikit kendala dalam komunikasi keilmiahan.
III. Unggul (skor 525—674)
Peserta uji dalam peringkat ini memiliki kemahiran yang tinggi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Namun, untuk keperluan komunikasi keilmiahan dan keprofesian yang kompleks, yang bersangkutan masih mengalami kendala.
IV. Madya (skor 375—524)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan memadai. Peserta uji yang berpredikat memadai, umumnya, masih mengalami kendala berkomunikasi untuk keperluan keprofesian yang kompleks dan untuk keperluan keilmiahan.
V. Semenjana (skor 225—374)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan cukup memadai. Peserta uji yang berpredikat cukup memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan keprofesian dan kemasyarakatan yang tidak kompleks serta kesintasan.
VI. Marginal (skor 150—224)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan tidak memadai. Peserta uji yang berpredikat tidak memadai, umumnya, hanya mampu berkomunikasi untuk keperluan sosial- kemasyarakatan yang tidak kompleks dan kesintasan.
VII. Terbatas (skor 0—149)
Peringkat ini menunjukkan kemampuan terendah. Peserta uji di peringkat ini hanya memiliki kemampuan berkomunikasi untuk keperluan kesintasan.
Di banyak tempat, UKBI telah dimanfaatkan banyak lembaga/instansi sebagai alat seleksi. Universitas Tanjungpura (Kalbar), misalnya, mensyaratkan mahasiswa S-1 yang mau menulis skripsi harus lulus UKBI, minimal madya. Sementara itu, UPI dan Unpad (Bandung) mensyaratkan lulusan UKBI (minimal unggul) untuk mahasiswa pascasarjananya.
Sebelas tahun yang lalu, 2002, saat saya mengikuti pelatihan TOT KBK di PPPG Bahasa Srengseng Sawah, skor saya 370. Hahaha. Mudah-mudahan meningkat....
berbagai sumber