Artikel Terbaru: |
loading...
"Sang Kiai": Film Biopik (Biografi Epik) Pendiri NU dan Pejuang Kemerdekaan-- Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu merekomendasikan film ini buat kalian untuk merasakan jiwa kepahlawanan dan cinta negeri ini. Film drama perang berdurasi 135 menit ini akan dirilis di bioskop Indonesia mulai 30 Mei 2013. Film ini akan berfokus pada peranan Hasyim Ashari dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia era 1942-1947, beliau merupakan sosok pendiri NU.
"Waktu Rako bawa proyek ini, kita mikir filmnya harus bikin set, kostum, figuran. Lalu Sunil suruh saya baca bukunya, menarik. Selama ini tahu Jalan Hasyim Ashari, tapi nggak tau siapa dia," ujar produser film Gope T Samtani dalam jumpa pers di Epicentrum Walk, Jakarta, selasa (21/5).
Gope akhirnya mengaku menomorduakan perkara untung rugi karena ia menilai materi filmnya bagus. "Bujet membengkak, cuaca hujan dan kru kerja keras syuting di Klaten, Kediri, Ambarawa dari pagi sampai pagi agar bujet bisa ditekan," tutur produser Rapi Film tersebut.
Untuk memerankan Hadratus Syeikh Hasyim Ashari, aktor dan budayawan senior Ikanagara pun dipilih. "Ini sangat penting dalam karier saya sebagai aktor. Kalau sekedar memerankan dengan baik itu biasa. Tapi karena ini tokoh yang pernah hidup dan dikenal, ada ketakutan ketika menerima peran ini," ujar Ikranagara.
Ia mengaku akhirnya mendapat kesempatan untuk berkunjung langsung ke pesantren Tebuireng dan memberikannya pengalaman batin yang dalam. "Kami melacak dan menangkap aura yang ada disitu, kelihatan luar biasa seolah beliau masih hidup di kalangan masyarakat," lanjutnya.
Sutradara Rako Prijanto mengatakan kisah Hasyim Ashari mengandung eksklusivitas sekaligus nilai jualan unik sebagai film. "Harapannya agar generasi muda lebih mengerti sejarah," ujar Rako.
Film Sang Kiai pun tak akan berjalan tanpa ijin dari keluarga dan keturunan langsung dari pihak keluarga Hasyim Ashari, yaitu Gus Sholah. Pada Senin (20/5), Gus Solah pun menonton film Sang Kiai bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mengaku sangat terharu dengan film tersebut. "Film nasionalisme dibutuhkan oleh negara ini, Amerika pun melakukannya. Saya sangat menghargai film ini, harapannya bisa banyak yang menonton," ujar adik kandung Gus Dur tersebut.
Pemeran Nyai Kapu, istri dari Hasyim Ashari adalah aktris senior Christine Hakim, yang mengaku peran dalam film ini lebih dari sekedar peran biasa, namun menjadi jihad dan syiah untuknya. "Saya berdoa meminta ridho agar Tuhan mengijinkan saya berpikiran dan merasakan apa yang sesungguhnya dirasakan Nyai Kapu dan Hasyim saat itu. Doa saya didengar karena saya seolah mendapat gambar dan merasakan atmosfir apa yang sebetulnya terjadi," ujar Christine.
Selain dua nama besar tokoh utamanya, ada Agus Kuncoro yang berperan sebagai Wahid Hasyim, kemudian Adipati Dolken sebagai Harun, Meriza Febriani sebagai Sarinah, Dimas Aditya sebagai Hosein, Royhan Hidayat sebagai Hamid, Ernestan Samudera sebagai Abdi, Dayat Simbaia sebagai KH Yusuf Hasyim, Dimas Shimada sebagai komandan tentara Jepang, Ahmad Fathoni sebagai Bung Tomo dan Arswendi Nasution sebagai KH Wahab Hasbulloh.
Naskah film ini ditulis oleh Anggoro Saronto, dengan band Ungu mengisi 2 buah lagu dalam film ini berjudul Bila Tiba dan Bunga. Melibatkan 500 kru dan 5.000 pemain, syuting dilangsungkan di Kediri, Gondang, Magelang, Ambarawa, dan Semarang selama 60 hari. Persiapannya diakui sutradara Rako Prijanto, memerlukan waktu 2,5 tahun.
gatra.com
"Waktu Rako bawa proyek ini, kita mikir filmnya harus bikin set, kostum, figuran. Lalu Sunil suruh saya baca bukunya, menarik. Selama ini tahu Jalan Hasyim Ashari, tapi nggak tau siapa dia," ujar produser film Gope T Samtani dalam jumpa pers di Epicentrum Walk, Jakarta, selasa (21/5).
Gope akhirnya mengaku menomorduakan perkara untung rugi karena ia menilai materi filmnya bagus. "Bujet membengkak, cuaca hujan dan kru kerja keras syuting di Klaten, Kediri, Ambarawa dari pagi sampai pagi agar bujet bisa ditekan," tutur produser Rapi Film tersebut.
Untuk memerankan Hadratus Syeikh Hasyim Ashari, aktor dan budayawan senior Ikanagara pun dipilih. "Ini sangat penting dalam karier saya sebagai aktor. Kalau sekedar memerankan dengan baik itu biasa. Tapi karena ini tokoh yang pernah hidup dan dikenal, ada ketakutan ketika menerima peran ini," ujar Ikranagara.
Ia mengaku akhirnya mendapat kesempatan untuk berkunjung langsung ke pesantren Tebuireng dan memberikannya pengalaman batin yang dalam. "Kami melacak dan menangkap aura yang ada disitu, kelihatan luar biasa seolah beliau masih hidup di kalangan masyarakat," lanjutnya.
Sutradara Rako Prijanto mengatakan kisah Hasyim Ashari mengandung eksklusivitas sekaligus nilai jualan unik sebagai film. "Harapannya agar generasi muda lebih mengerti sejarah," ujar Rako.
Film Sang Kiai pun tak akan berjalan tanpa ijin dari keluarga dan keturunan langsung dari pihak keluarga Hasyim Ashari, yaitu Gus Sholah. Pada Senin (20/5), Gus Solah pun menonton film Sang Kiai bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mengaku sangat terharu dengan film tersebut. "Film nasionalisme dibutuhkan oleh negara ini, Amerika pun melakukannya. Saya sangat menghargai film ini, harapannya bisa banyak yang menonton," ujar adik kandung Gus Dur tersebut.
Pemeran Nyai Kapu, istri dari Hasyim Ashari adalah aktris senior Christine Hakim, yang mengaku peran dalam film ini lebih dari sekedar peran biasa, namun menjadi jihad dan syiah untuknya. "Saya berdoa meminta ridho agar Tuhan mengijinkan saya berpikiran dan merasakan apa yang sesungguhnya dirasakan Nyai Kapu dan Hasyim saat itu. Doa saya didengar karena saya seolah mendapat gambar dan merasakan atmosfir apa yang sebetulnya terjadi," ujar Christine.
Selain dua nama besar tokoh utamanya, ada Agus Kuncoro yang berperan sebagai Wahid Hasyim, kemudian Adipati Dolken sebagai Harun, Meriza Febriani sebagai Sarinah, Dimas Aditya sebagai Hosein, Royhan Hidayat sebagai Hamid, Ernestan Samudera sebagai Abdi, Dayat Simbaia sebagai KH Yusuf Hasyim, Dimas Shimada sebagai komandan tentara Jepang, Ahmad Fathoni sebagai Bung Tomo dan Arswendi Nasution sebagai KH Wahab Hasbulloh.
Naskah film ini ditulis oleh Anggoro Saronto, dengan band Ungu mengisi 2 buah lagu dalam film ini berjudul Bila Tiba dan Bunga. Melibatkan 500 kru dan 5.000 pemain, syuting dilangsungkan di Kediri, Gondang, Magelang, Ambarawa, dan Semarang selama 60 hari. Persiapannya diakui sutradara Rako Prijanto, memerlukan waktu 2,5 tahun.
gatra.com